Facebook
RSS

Mungkin Kita Telah Melukai Hati Seseorang

Sudah beberapa minggu, ibu itu terbaring sakit. Badannya demam tak kunjung reda. Tubuhnya lemah tak bertenaga. Sanak saudara telah membawanya ke balai pengobatan, tetapi semua obat dan perawat seolah
tak bisa menyembuhkan penyakitnya. Dokter pun tak tahu harus bilang apa, selain memintanya untuk bersabar dan terus berobat. "Mungkin," demikian pikir orang-orang yang menjenguknya, "sudah dekat ajal sang ibu." Tapi ibu itu belumlah terlalu renta. Sebelum terbaring sakit ia masih sempat memanen ubi di pematang.

Ketika asa hampir terputus, anak bungsu yang telah lama meninggalkan desa datang. Ia tersungkur, memohon ampun pada sang ibu. Segera setelah tetes air mata sang bungsu menitik, ibu itu bangun, pandangannya
berbinar, dan dengan lemah mengucap syukur, bungsunya telah kembali. Ah, tubuh yang sakit bisa disembuhkan oleh obat dan ramuan.
Tapi hati yang terluka hanya bisa dibebaskan oleh jiwa yang tulus. Mungkin sedikit banyak, kita telah melukai hati seseorang.
Dan,tak ada waktu yang lebih baik, selain saat ini, untuk memulihkannya.
Kita hanya perlu sedikit ketulusan saja.
[ Read More ]

MULAILAH MEMBERI

Bila tak seorang pun berbelas kasih pada kesulitan anda.
Atau, tak ada yang mau merayakan keberhasilan anda.
Atau tak seorang pun bersedia mendengarkan, memandang,
memperhatikan apa pun pada diri anda. Jangan masukkan ke dalam hati.

Manusia selalu disibukkan oleh urusannya sendiri.
Manusia kebanyakan mendahulukan kepentingannya sendiri.
Anda tak perlu memasukkan itu ke dalam hati.
Karena hanya akan menyesakkan dan membebani langkah anda.

Ringankan hidup anda dengan memberi pada orang lain.
Semakin banyak anda memberi semakin mudah anda memikul hidup ini.
Berdirilah di depan jendela, pandanglah keluar.
Tanyakan pada diri sendiri, apa yang bisa anda berikan pada dunia ini.
Pasti ada alasan kuat mengapa anda hadir di sini.
Bukan untuk merengek atau meminta dunia menyanjung anda.
Keberadaan anda bukan untuk kesia-siaan.

Bahkan seekor cacing pun dihidupkan untuk menggemburkan tanah.
Dan, sebongkah batu dipadatkan untuk menahan gunung.
Alangkah hebatnya anda dengan segala kekuatan yang tak
dimiliki siapapun untuk mengubah dunia.
Itu hanya terwujud bila anda mau memberikannya
[ Read More ]

Redefinisi Makna Kekudusan—Sebuah saran dari Seorang Kristen yg Dikuduskan

“Kudus” apa arti kata itu ditelinga anda sebagai orang Kristen?

Selama ini kita diajar bahwa kudus berarti “suci, tak bernoda, terpisah, tidak bercampur, tidak kompromi.”

Defenisi diatas adalah benar, karena sebagai orang Kristen kita memang diajar tentang karakter Allah yang terpisah dari dunia dan memuntut kita untuk menjadi kudus sama seperti Allah adalah kudus (1 Pet. 116). Dan, sebagai orang Kristen kita diharapkan untuk hidup kudus, dan tidak kompromi dengan dunia ini. Tapi, benarkah “kudus” selalu berarti keterpisahan dari dunia dengan segala dosanya? Bolehkah kita sebagai orang Kristen mendefenisikan “kudus” dengan “keterlibatan (engagement)” kepada dunia?

Mungkin konsep ini tidak akan mendapat persetujuan dari banyak orang Kristen. Tapi mari lihat beberapa alasan berikut:

1. Yesus adalah Allah dan karena Dia adalah Allah maka Dia kudus adanya. Tapi, yang Yesus lakukan justru adalah datang ke dunia. Ia melibatkan diri dengan dunia, menjadi sama dengan manusia (inkarnasi), bergaul dengan orang berdosa, makan bersama mereka. Nah, apakah dengan berlaku demikian Yesus menjadi tidak kudus? Orang yang menjawab “ya” bisa dipastikan dia adalah orang sesat!

2. Yesus berkata: “Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu” (Yoh. 20:21). Apa makna perintah ini bagi kita? Apakah ini berarti jangan bergaul dengan dunia? Apakah ini berarti menghindar dari dunia dan membentuk kelompok “orang suci”? Tentu tidak! Yesus diutus Bapa ke dunia untuk menyelamatkan dunia. Berdasarkan misi yang sama, kita para murid juga diutus ke dunia untuk menyelamatkan dunia ini dalam nama Yesus. Nah, yang menjadi pertanyaan, bisakah kita menyelamatkan dunia dengan hanya berteman dengan orang Kristen dan hanya bergaul dengan orang-orang Kristen, menghabiskan hari2 kita hanya dengan orang-orang Kristen dan tidak mau bergaul dengan dunia ini dengan segala pergumulannya? Saya rasa kita tahu jawabannya.

Nah, kudus dalam pertimbangan diatas, masih tetap berbicara tentang kesucian, kemurnian, ketidakberdosaan, tapi kudus dalam pertimbangan diatas juga berarti keterlibatan terhadap dunia demi menjalankan misi Tuhan Yesus. Pertanyaannya, masihkah kita mau meneladani Yesus dalam segala kekudusanNya? Jika Ya, keluar dari zona nyamanmu dan datanglah ke dunia ini membawa kasih Yesus. Ketika kita melakukan itu, jangan kuatir, kita masih tetap orang kudus.
[ Read More ]

Masalah Menghadirkan Kekuatan Iman.

Ketika kita di perhadapkan pada suatu masalah, maka masalah itu merupakan sebuah tantangan untuk kita dapat memperkuat kekuatan iman kita.

Masalah merupakan batu loncatan untuk kita dapat bertumbuh dan berkembang dalam kasih Tuhan Yesus.. kita tidak pernah menyadari bawasannya hidup kita akan terus di perhadapkan dengan berbagai masalah.. namun kita jangan takut atau merasa tersisi, kita harus percaya dan yakin bahwa setiap masalah yang kita hadapi akan memberikan kontribusi yang berniali positif dalam kehidupan kita selanjutnya..

Dari penjelasan singkat ini, saya mengajak kita semua agar senantiasa merengkan arti kehidupan kita dalam segala aspek.. kita tidak perlu takut atau lari dari permasalah, namun kita harus menghadapinya dengan penuh tanggung jawab serta menyelesaikannya dengan bantuan Kristus Yesus itulah hal pokok yang perlu kita kerjakan...

Banyak orang merasa tersisih atau kalah karena mereka tidak bisa menerima setiap masalah yang datang dengan penuh kasih serta kesetian dalam mencari solusinya dalam tangan Tuhan.

Gagal bukan berarti kita kalah tapi gagal adalah sesuatu yang tertunda yang perlu kita perbaiki di berbagai aspek kehidupan kita... jangan pernah takut akan gagal karena dengan adanya gagal maka kita akan semakin kuat dalam iman akan Tuhan Yesus.

Teruslah berkarya sebab kasih dan cinta Tuhan senantiasa menolong kita...
[ Read More ]

Tiada Ketaatan Tanpa Pengorbanan

(Yesaya 50:4-9, Mazmur 31:9-16, Filipi 2:5-11, Markus 14:1-15:47)

Bagi Rasul Paulus, Yesus Kristus adalah pondasi, pusat, fokus yang memberi arti dan makna bagi hidupnya. Motivasi hidup rohani Paulus tidak lagi dijalani karena ketakutan akan tuntutan hukum-hukum agama belaka. Ketaatan model ini adalah ketaatan karena ketakutan. Ketaatan ini adalah ketaatan semu. Paulus tidak memilih itu. Melainkan, ketaatannya kepada Allah kini ialah karena anugerah kasih sayang Allah yang nyata dalam pribadi Yesus Kristus. Di dalam pribadi Yesus Kristus, Paulus melihat ketaatan yang benar dan sejati, yaitu ketaatan yang disertai dengan pengorbanan (Flp 2:5-11). Keyakinan ini sungguh memberi damai sejahtera tersendiri bagi hidupnya dan ia mendorong Gereja Filipi untuk memiliki ketaatan seperti Kristus itu, ketaatan yang karena didasari oleh cinta kasih, maka bersedia untuk berkorban, menderita demi kebaikan bersama.

Waktu itu, ada gejolak dalam kehidupan Gereja Filipi. Dari luar, mereka menghadapi aniaya dari orang-orang yang tidak menyukai keberadaan mereka. Dari dalam, ada beberapa orang anggota jemaat yang saling berseteru satu sama lain (Flp 4:2). Belum lagi guru-guru palsu yang membingungkan Gereja dengan ajarannya (Flp 3:2). Oleh sebab itu menjadi perlu, jemaat ini mengingat kembali “ketaatan yang berkorban”, yang telah ditunjukkan oleh Kristus, agar mereka dapat berdamai dengan Allah, dengan diri sendiri dan dengan orang lain. Nasihat yang Paulus berikan untuk Gereja Filipi ini bukanlah nasihat yang gampangan, karena suratnya ini ia tulis dari dalam rumah tahanan di Roma pada masa tahanannya karena memberitakan Injil Kristus. Paulus menyemangati jemaat dengan teladannya juga. Paulus telah menghidupi juga “ketaatan yang berkorban” itu.

Kadang di dalam menghadapi kesusahan, rasa malu dan penderitaan, seseorang biasanya bereaksi di “keempat penjuru mata angin” dirinya, demikian diungkap seorang psikolog. Di sisi utara, orang itu menyerang orang lain dengan kebencian dan balas dendam. Di sisi selatan, orang itu menyerang diri sendiri dengan mengambil tindakan-tindakan yang menyakiti dirinya sendiri. Di sisi barat, orang itu dapat menunjukkan kepada orang lain dengan keras segala egonya dan menolak segala kesusahan dan rasa malu. Di sisi timur, orang itu menarik diri dari komunitasnya dan merasa diri tidak berharga. Dalam Yesaya 50:4-9 kita menjumpai, hamba Allah tidak memilih reaksi-reaksi destruktif yang seperti itu. Saat menemui kesusahan, rasa malu dan penderitaan, Ia tidak menyerang balik atau balas dendam, atau menyakiti diri sendiri. Ia tidak menjauh dari komunitasnya, melainkan tetap tinggal di dalamnya. Demikianlah kita mendapati gambaran sosok hamba Allah itu juga dalam diri Yesus Kristus. Ketaatan-Nya adalah ketaatan yang bersedia untuk berkorban (Mrk 14:1-15:47).

Kristus yang telah menjadi teladan Paulus, kini menjadi teladan kita dalam hal ketaatan kepada Allah. Sebagai pengikut Kristus, kita juga dipanggil menjadi hamba-Nya. Menjadi hamba Tuhan yang taat dan bersedia berkorban memang tidak mudah. Tetapi kepada hamba-Nya yang taat, Allah selalu bersedia memberikan pertolongan yang meneguhkan hati (Yes 50:7,9). Di dalam keteguhan hati itu, hamba-Nya dimampukan untuk terus maju dalam pergumulan melawan kesusahan dalam ketaatan yang berkorban kepada Allah (Yes 50:8, Mrk 13:42). Untuk kita renungkan, seperti apa ketaatan kita kepada Allah akhir-akhir ini? Jika kita menemui kesusahan, rasa malu dan penderitaan dalam menjadi hamba-Nya, bagaimana tanggapan kita?
[ Read More ]

Taat dalam Persekutuan dengan Kristus

Pembacaan Injil Matius 4:1-11 menceritakan kisah tentang bagaimana sikap Tuhan Yesus yang memilih setia dan taat kepada Allah daripada kepada Iblis. Sikap Tuhan Yesus tersebut sangat berbeda dengan Adam sebagai manusia pertama. Adam lebih memilih untuk taat kepada Iblis, sehingga menyeret seluruh umat manusia kedalam kuasa dosa. Jika manusia pertama menyeret umat manusia kepada maut dan hukuman Allah, tidak demikian halnya dengan Tuhan Yesus, yang terbukti mampu bersikap taat kepada Allah saat Dia dicobai.

Kemenangan Tuhan Yesus di Padang Gurun tersebut membuktikan bahwa Dialah Mesias yang mampu membawa manusia kepada keselamatan dan Hidup yang kekal. Itu sebabnya Paulus mengatakan dalam Roma 5:17: Sebab, jika oleh dosa satu orang, maut telah berkuasa oleh satu orang itu, maka lebih benar lagi mereka, yang telah menerima kelimpahan kasih karunia dan anugerah kebenaran, akan hidup dan berkuasa oleh karena satu orang itu, yaitu Yesus Kristus.

Mengikut Yesus berarti kita bersedia meneladani Kristus yang senantiasa taat kepada kehendak Allah. Ketaatan kepada Allah hanya dimungkinkan jika kita memiliki hubungan personal yang baik dengan Allah. Semakin dalam kualitas persekutuan atau hubungan personal kita dengan Allah, maka kita akan semakin mampu melawan setiap godaan atau pencobaan yang datang dalam kehidupan kita. Dengan demikian kita akan menjadi seperti Kristus yang berhasil lolos dari jeratan Iblis.

Kiranya Tuhan menolong dan memampukan kita untuk memiliki ketaatan didalam persekutuan dengan Kristus.
[ Read More ]

Taat pada kehendak Bapa

Baca: Matius 26:36-46

Semakin dekat dengan waktunya, semakin tegang pula suasananya. Paling tidak itulah yang dirasakan Yesus. Sebagai Anak Manusia, Yesus merasa gentar, bahkan mungkin juga bimbang. Namun tekad-Nya tak surut untuk menaati kehendak Allah.

Agar misi Allah terwujud tuntas dalam diri-Nya, Yesus mengharapkan dukungan, baik dari Allah Bapa, Sumber kekuatan sejati, maupun dari para sahabat-Nya, yaitu para murid-Nya, berupa dukungan doa dan moral. Oleh sebab itu, Ia berdoa di Taman Getsemani dan membawa ketiga murid terdekat-Nya untuk mendampingi Dia berdoa. Sayang, daging para murid yang lemah (ayat 41) membuat mereka gagal untuk memberikan dukungan kepada Yesus yang sangat membutuhkan. Mereka hanya bisa tertidur lelap tanpa beban dan pergumulan seperti Yesus. Mereka bukan hanya gagal mendukung Yesus, tetapi juga sendiri gagal dalam mengantisipasi kedahsyatan peristiwa penangkapan Yesus.

Manusia boleh gagal memberikan dukungan, tetapi Allah tidak pernah gagal. Ketika kita datang berharap kepada Allah Bapa dengan segala pergumulan kita maka Ia yang mem-punyai rencana terindah dalam hidup akan memberikan jalan keluar kepada kita. Inilah yang Tuhan Yesus alami. Melalui persekutuan dengan Bapa dan ketaatan penuh kepada kehendak-Nya, Yesus sungguh mengerti isi hati dan kehendak Bapa-Nya secara pasti. Bahwa memang tidak ada jalan lain, selain jalan salib yang olehnya manusia mendapatkan penebusan dosa dan keselamatan. Yesus sungguh menda-patkan penghiburan dan kekuatan sehingga dapat menang atas pergumulan dan siap menghadapi jalan salib dengan mantap.

Bersyukur kepada Allah, Tuhan Yesus melepas kehendak diri-Nya demi ketaatan pada kehendak Bapa sehingga hari ini kita beroleh anugerah keselamatan. Maukah kita melepas ambisi dan keinginan pribadi kita agar karya keselamatan-Nya dialami pula oleh orang lain?
[ Read More ]

KASIH SEJATI: Dasar Ketaatan (1)

Baca: Yohanes 15:9-11

"Jikalau kamu menuruti perintahKu, kamu akan tinggal di dalam kasihKu, seperti Aku menuruti perintah BapaKu dan tinggal di dalam kasihNya." Yohanes 15:10

Dari pembacaan firman Tuhan hari ini ada tiga unsur penting yang terkandung di dalamnya yaitu kasih, ketaatan dan sukacita. Berbicara tentang kasih erat hubungannya dengan kekristenan. Ayat 9 berbicara tentang kasih Allah kepada AnakNya yang tunggal yaitu Yesus Kristus, kasih Yesus Kristus kepada Bapa dan juga kasih Yesus Kristus kepada umatNya.

Kasih yang bagaimana? Dunia mengenal kasih tapi bukan kasih yang sejati, melainkan kasih yang bersyarat. Banyak orang berkata, "Aku mengasihi kamu karena kamu mengasihi aku. Aku akan berbuat baik kepadamu karena selama ini kamu berbuat baik padaku." dan sebagainya. Prinsip dunia: mengasihi setelah memperoleh imbalan; memberi setelah menerima. Itulah praktek kasih menurut pola dunia. Jadi, di manakah kita dapat menemukan kasih yang sejati itu? Kasih sejati timbul atau berasal dari sumber kasih itu sendiri yaitu Allah. Kasih sejati yang dimaksud bukan sekedar luapan emosi, tapi merupakan suatu pribadi. Jadi kasih itu bukanlah sekedar sifat atau bentuk emosi tertentu dari Allah, tetapi kasih adalah eksistensi Allah itu sendiri yang dinyatakan secara total melalui pengorbanan Yesus Kristus di atas kayu salib, mati untuk menebus dosa kita. Ada tertulis: "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16).

Bagaimana suypaya kita dapat mengalami atau hidup di dalam kasih Tuhan? Dikatakan demikian: "Jikalau kamu menuruti perintahKu, kamu akan tinggal di dalam kasihKu, seperti Aku menuruti perintah BapaKu dan tinggal di dalam kasihNya." (Yohanes 15:10). Untuk dapat hidup di dalam kasih Tuhan kita harus menuruti perintah Tuhan dan taat kepada kehendakNya. Kasih itu berkaitan dengan ketaatan. Tuhan Yesus sendiri telah memberikan teladan kepada kita dalam hal ketaatan. Sejauh mana ketaatan Tuhan Yesus terhadap Bapa? Ketaatan Tuhan Yesus terhadap Bapa adalah sampai kematianNya di atas kayu salib (baca Filipi 2:5-11). Secara manusia Yesus tidak sanggup menghadapi pergumulan yang sedang Ia jalani yaitu harus mengalami penderitaan yang berat, bahkan sampai mati di atas kayu salib demi menanggung dosa kita.
[ Read More ]

Kekudusan Tubuh

Tuhan menghendaki kita untuk berubah—namun menurut gambar-Nya, bukan gambar dunia, dengan menerima gambar-Nya di dalam wajah kita.

Saya baru saja kembali dari sebuah kunjungan dimana saya disambut ke dalam dunia cucu mungil paling baru kami, Elizabeth Claire Sandberg. Dia sempurna! Saya terpesona, seperti setiap kali saya melihat bayi yang baru lahir, dengan jari-jari tangan, jari-jari kaki, rambut, detak jantung, hidung, dagu, lesung pipi, dan karakteristik khusus keluarganya. Saudara-saudara lelaki dan perempuannya yang lebih tua sama gembira dan terpesonanya dengan adik perempuan mungil mereka yang sempurna. Mereka seolah-olah merasakan kekudusan di dalam rumah mereka sejak kehadiran roh selestial yang baru yang dipersatukan dengan tubuh jasmaninya yang murni.

Dalam kehidupan prafana kita belajar bahwa tubuh adalah bagian dari rencana kebahagiaan Allah yang besar bagi kita. Sebagaimana dinyatakan dalam pernyataan keluarga: “Para putra dan putri roh mengenal dan menyembah Allah sebagai Bapa Kekal mereka serta menerima rencana-Nya melalui mana anak-anak-Nya dapat memperoleh tubuh jasmani dan mendapatkan pengalaman duniawi untuk maju ke arah kesempurnaan dan pada akhirnya mencapai tujuan ilahinya sebagai seorang ahli waris kehidupan kekal” (“Keluarga: Pernyataan kepada Dunia,” Liahona, Oktober 2004, 49). Sesungguhnya, kita “bersorak-sorai” (Ayub 38:7) menjadi bagian dari rencana ini.

Mengapa kita sangat bahagia? Kita memahami kebenaran-kebenaran kekal tentang tubuh kita. Kita mengetahui bahwa tubuh kita akan serupa dengan gambar Allah. Kita mengetahui bahwa tubuh kita akan menjadi tempat tinggal roh kita. Kita juga memahami bahwa tubuh kita akan tunduk pada rasa sakit, penyakit, kecacatan, dan godaan. Namun kita bersedia, bahkan ingin sekali, menerima tantangan-tantangan ini karena kita mengetahui bahwa hanya dengan roh dan unsur yang bersatu tak terpisahkan kita tumbuh untuk menjadi seperti Bapa Surgawi (lihat A&P 130:22) serta, “menerima kegenapan sukacita” (A&P 93:33).

Dengan kegenapan Injil di bumi, sekali lagi kita memiliki kesempatan istimewa untuk mengetahui kebenaran-kebenaran tentang tubuh ini. Joseph Smith mengajarkan: “Kita datang ke bumi ini agar kita dapat memiliki tubuh dan mempersembahkannya dalam keadaan murni di hadapan Allah di Kerajaan Selestial. Asas kebahagiaan yang besar terdiri dari memiliki tubuh. Iblis tidak memiliki tubuh, dan di sini dia menjalani hukumannya” (The Words of Joseph Smith, diedit oleh Andrew F. Ehat and Lyndon W. Cook [1980], 60).

Setan memahami kebenaran- kebenaran kekal yang sama ini mengenai tubuh, namun hukumannya adalah bahwa dia tidak memiliki tubuh. Oleh karena itu dia berusaha melakukan semampunya untuk membuat kita merundung atau menyalahgunakan karunia yang berharga ini. Dia telah memenuhi dunia dengan kebohongan dan tipu muslihat mengenai tubuh. Dia menggoda banyak orang untuk mencemari karunia tubuh yang berharga ini melalui ketidakmurnian, ketidaksopanan, pemuasan diri, dan kecanduan. Dia merayu beberapa orang untuk memandang rendah tubuh mereka; kepada yang lain dia menggoda untuk menyembah tubuh mereka. Juga, dia membujuk dunia untuk menganggap tubuh sebagai suatu benda. Untuk menghadapi begitu banyak kekeliruan yang menyesatkan mengenai tubuh, saya ingin mengangkat suara saya hari ini dalam mendukung kekudusan tubuh. Saya bersaksi bahwa tubuh adalah sebuah karunia, untuk diperlakukan dengan rasa syukur dan hormat.

Tulisan suci menyatakan bahwa tubuh adalah bait suci. Yesus Sendirilah yang pertama-tama membandingkan tubuh-Nya dengan bait suci (lihat Yohanes 2:21). Kemudian Paulus menasihati orang-orang Korintus, kota yang jahat yang penuh dengan segala macam nafsu dan ketidaksenonohan: “Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu? Jika ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia. Sebab bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah kamu” (1 Korintus 3:16–17).

Apa yang akan terjadi jika kita sungguh-sungguh memperlakukan tubuh kita sebagai bait suci? Hasilnya adalah suatu peningkatan dramatis dalam kesucian, kesopanan, ketaatan terhadap Kata-Kata Bijaksana, dan peningkatan serupa dalam hal pornografi dan perundungan, karena kita akan menganggap tubuh, seperti bait suci, sebagai tempat yang kudus bagi Roh. Sama seperti tidak ada hal yang tidak bersih dapat memasuki bait suci, kita akan sangat berhati-hati untuk menjaga hal-hal yang tidak murni dalam bentuk apa pun untuk memasuki bait suci tubuh kita.

Demikian juga, kita akan menjaga bagian luar tubuh bait suci kita agar terlihat bersih dan indah untuk memancarkan sifat kekudusan dan kesucian dari apa yang terdapat di dalamnya, sama seperti yang dilakukan Kristus dengan bait suci-Nya. Kita hendaknya berpakaian dan berperilaku dengan cara-cara yang memancarkan kekudusan roh yang ada di dalam diri kita.

Beberapa waktu yang lalu saya mengunjungi salah satu kota yang paling banyak dikunjungi turis di dunia, saya merasa sangat sedih karena begitu banyak orang di dunia ini telah menjadi korban tipu muslihat Setan sehingga tubuh kita dijadikan obyek untuk dipamerkan dan dipertontonkan secara terang-terangan. Bayangkan perbedaannya dan sukacita saya ketika saya memasuki sebuah kelas dengan remaja putri yang berpakaian sopan dan layak yang wajahnya memancarkan kebaikan. Saya berpikir, “Inilah delapan remaja putri cantik yang mengetahui bagaimana memperlihatkan rasa hormat bagi tubuh mereka dan yang mengetahui mengapa mereka melakukan hal itu.” Dalam Untuk Kekuatan Remaja dikatakan: “Tubuh Anda adalah ciptaan Allah yang kudus. Hormatilah tubuh Anda sebagai sebuah karunia dari Allah, dan janganlah mengotorinya dengan cara apa pun. Melalui pakaian serta penampilan Anda, Anda dapat menunjukkan kepada Tuhan bahwa Anda mengetahui betapa berharganya tubuh. Cara Anda berpakaian merupakan cerminan akan jenis orang yang bagaimana Anda sesungguhnya” ([2001], 14–15).

Kesopanan lebih dari sekadar hal menghindari pakaian terbuka. Itu menjelaskan tidak hanya panjang rok [pakaian] dan model potongan leher namun juga sikap hati kita. Kata kesopanan artinya “tindakan.” Itu berhubungan dengan “kelayakan.” Itu mencakup “kesusilaan dan kesantunan … dalam pikiran, tutur kata, pakaian, dan perilaku” (dalam Daniel H. Ludlow, edisi “Encyclopedia of Mormonism,” jilid 5 [1992], 2:932).

Tidak berlebihan dan kepatutan hendaknya mengatur semua nafsu jasmani kita. Bapa Surgawi yang penuh kasih telah memberi kita keindahan dan kesenangan “keduanya untuk menyenangkan mata maupun menggembirakan hati” (A&P 59:18), namun dengan peringatan ini: bahwa itu “dibuat untuk dipergunakan, dengan pertimbangan, tidak dengan berlebih-lebihan dan juga tidak dengan pemerasan” (A&P 59:20). Suami saya menggunakan tulisan suci ini untuk mengajar anak-anak kami tentang hukum kemurnian akhlak. Dia mengatakan bahwa “kata pemerasan sesungguhnya berarti ‘pembelokan [atau menentang].’ Penggunaan kita akan … tubuh seharusnya tidak dibelokkan [terhadap] … tujuan-tujuan yang ditetapkan secara ilahi untuk mana hal itu diberikan. Kesenangan jasmani adalah baik jika digunakan pada waktu dan tempat yang tepat, meskipun demikian kesenangan jasmani hendaknya tidak menjadi prioritas utama kita” (John S. Tanner, “The Body as a Blessing,” Ensign, Juli 1993, 10).

Kesenangan-kesenangan tubuh dapat menjadi obsesi bagi beberapa orang; itu juga dapat menjadi perhatian yang kita berikan pada penampilan jasmani kita. Kadang-kadang kita terlalu berlebihan dalam berolahraga, berdiet, mengubah penampilan, dan mengeluarkan uang untuk model terkini (lihat Alma 1:27).

Saya terganggu dengan praktik perubahan yang ekstrem. Kebahagiaan datang dari menerima tubuh yang telah diberikan kepada kita sebagai karunia ilahi dan menambah sifat-sifat alami kita, bukan dari mengubah tubuh kita menurut gambar dunia. Tuhan menghendaki kita untuk berubah—namun menurut gambar-Nya, bukan gambar dunia, dengan menerima gambar-Nya di dalam wajah kita (lihat Alma 5:14, 19).

Saya ingat betul kegelisahan yang saya rasakan semasa remaja dengan masalah jerawat. Saya berusaha merawat wajah saya dengan benar. Orang tua saya membantu saya memperoleh perawatan medis. Selama bertahun- tahun, saya bahkan tidak makan cokelat dan semua makanan siap saji yang amat disukai para remaja, namun tidak ada hasil penyembuhan yang nyata. Sulit bagi saya saat itu untuk sepenuhnya menghargai tubuh ini yang memberi saya banyak masalah. Namun ibu saya yang baik mengajarkan kepada saya hukum yang lebih tinggi. Berulang kali dia mengatakan kepada saya, “Kamu harus melakukan semampumu untuk membuat penampilanmu menyenangkan, namun di saat kamu keluar pintu, lupakan dirimu dan mulailah memikirkan orang lain.”

Begitulah. Dia mengajari saya asas-asas tidak mementingkan diri seperti Kristus. Kasih, atau kasih murni Kristus, “tidak iri hati dan tidak membanggakan diri, tidak mencari untuk diri sendiri” (Moroni 7:45). Ketika kita memikirkan orang lain atau tidak mementingkan diri, kita mengembangkan kecantikan batin akan roh yang terpancar dari penampilan lahiriah kita. Inilah caranya kita menjadikan diri kita berada dalam gambar Tuhan bukan gambar dunia dan menerima gambar-Nya di wajah kita. Presiden Hinckley membicarakan tentang jenis keindahan yang datang sewaktu kita belajar menghargai tubuh, pikiran, dan roh kita ini. Dia mengatakan:

“Dari semua ciptaan Yang Mahakuasa, tidak ada yang lebih indah, tidak ada yang lebih mengilhami selain putri terkasih Bapa yang hidup dalam kesalehan dengan pemahaman mengapa dia hendaknya melakukan seperti itu, yang menghormati dan menghargai tubuhnya sebagai hal yang kudus dan ilahi, yang memupuk di dalam pikirannya dan terus meningkatkan wawasan pemahamannya, yang memelihara rohnya dengan kebenaran kekal” (“Understanding Our Divine Nature,” Liahona, Februari 2004, 24; “Our Responsibility to Our Young Women,” Ensign, September 1988, 11).

Oh, betapa saya berdoa semoga semua pria dan wanita akan mencari keindahan yang dihormati oleh Nabi—keindahan tubuh, pikiran, dan roh!

Injil yang dipulihkan mengajarkan bahwa ada ikatan alami antara tubuh, pikiran, dan roh. Dalam Kata-Kata Bijaksana, misalnya, hal rohani dan jasmani saling terkait. Ketika kita mengikuti hukum Tuhan akan kesehatan bagi tubuh kita, kepada kita juga dijanjikan kebijaksanaan bagi roh kita dan pengetahuan bagi pikiran kita (lihat A&P 89:19–21). Hal-hal rohani dan jasmani sungguh-sungguh terkait.

Saya ingat sebuah kejadian di rumah saya, tempat saya dibesarkan, ketika roh ibu saya yang peka tergoda dengan pemanjaan fisik. Dia melakukan percobaan dengan satu resep baru kue gulung manis. Kue itu besar dan manis serta lezat—dan mengenyangkan perut. Bahkan kakak dan adik lelaki saya yang masih remaja tidak bisa makan lebih dari satu potong. Malam itu dalam doa keluarga ayah saya meminta Ibu untuk berdoa. Dia menundukkan kepalanya dan tidak menjawab. Dengan lembut Ayah menanyakan kepadanya, “Apakah ada yang salah?” Akhirnya dia mengatakan, “Saya tidak merasakan roh malam ini. Saya baru saja makan kue gulung yang manis itu.” Saya pikir banyak dari kita kadang-kadang dengan cara yang sama telah menyakiti roh kita dengan pemanjaan fisik. Terutama unsur-unsur yang dilarang dalam Kata-Kata Bijaksana yang memiliki dampak berbahaya bagi tubuh kita dan berpengaruh pada kepekaan rohani kita. Tidak satu pun dari kita dapat mengabaikan hubungan roh dan tubuh kita.

Tubuh yang kudus ini, yang kita syukuri, mengalami keterbatasan- keterbatasan alami. Beberapa orang dilahirkan dengan kecacatan, dan beberapa orang mengalami rasa sakit akibat penyakit sepanjang hidup mereka. Kita semua sewaktu kita tua tubuh kita berangsur-angsur mulai rusak. Ketika ini terjadi, kita merindukan saat ketika tubuh kita akan disembuhkan dan sehat. Kita menantikan untuk Kebangkitan yang dimungkinkan oleh Yesus Kristus, ketika “jiwa akan dipulihkan kepada tubuh, dan tubuh kepada jiwa. Ya, dan setiap anggota badan dan persendian akan dipulihkan kepada tubuhnya. Ya, bahkan sehelai rambut di kepala pun tidak akan hilang, tetapi segala sesuatu akan dipulihkan kepada bentuknya yang tepat dan sempurna” (Alma 40:23). Saya tahu bahwa melalui Kristus kita dapat merasakan kegenapan sukacita yang tersedia hanya ketika roh dan unsur bersatu tak terpisahkan (lihat A&P 93:33).

Tubuh kita adalah bait suci kita. Kita tidak kurang melainkan lebih seperti Bapa Surgawi karena kita memiliki tubuh jasmani. Saya bersaksi bahwa kita adalah anak-anak-Nya, diciptakan menurut rupa-Nya, dengan potensi untuk menjadi seperti Dia. Marilah kita memperlakukan karunia tubuh yang ilahi ini dengan amat hati-hati. Kelak, jika kita layak, kita akan menerima tubuh mulia yang disempurnakan—murni dan bersih seperti cucu mungil saya yang baru lahir, yang bersatu tak terpisahkan dengan roh. Dan kita akan bersorak-sorai (lihat Ayub 38:7) menerima kembali karunia ini yang telah lama kita rindukan (lihat Joseph F. Smith—Penglihatan mengenai Penebusan Orang yang Telah Meninggal:50). Semoga kita menghormati kekudusan tubuh selama kefanaan sehingga Tuhan dapat menguduskan serta mempermuliakannya sepanjang kekekalan. Dalam nama Yesus Kristus, amin.
[ Read More ]

Hidup Dalam Penguasaan Diri Dan Ketaatan

I Korintus 11:1 “Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus.”

Saudara, apabila kita membaca ayat di atas yang merupakan pernyataan daripada Paulus, maka kita mengetahui bahwa pengiringan Paulus kepada Tuhan sungguh-sungguh mantap. Kata “jadilah pengikut” bukan berarti Paulus ingin menguasai orang yang diajarnya atau supaya dirinya dikultuskan, tetapi ia ingin setiap orang yang diajarnya benar-benar meneladani apa yang ia lakukan seperti halnya ia telah meneladani pribadi Kristus. Oleh karena itu, hal utama yang akan kita bahas disini adalah menjadi pengikut Kristus dan bukan pengikut Paulus.

Dan disini kita akan sedikit belajar bagaimana Paulus mengikut Kristus. Paulus tetap rendah hati dalam mengikut Kristus, walaupun ia memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi dibanding dengan orang lain. Selain itu, ia menyadari bahwa dihadapan Tuhan dirinya tidak ada apa-apanya dan juga ia tidak menganggap bahwa dirinya adalah seorang pemimpin, sebab ia meyakini perkataan Tuhan Yesus yang tertuang dalam Injil Matius 23:8-11 : “Tetapi kamu, janganlah kamu disebut Rabi; karena hanya satu Rabimu dan kamu semua adalah saudara. Dan janganlah kamu menyebut siapa pun bapa di bumi ini, karena hanya satu Bapamu, yaitu Dia yang di sorga. Janganlah pula kamu disebut pemimpin, karena hanya satu Pemimpinmu, yaitu Mesias. Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu.

Jelas disini bahwa Tuhanlah pemimpin kita; walaupun Paulus sempat mengatakan “ikutlah aku sama seperti aku mengikut Kristus” itu bukan berarti bahwa Paulus dapat disebut pemimpin, karena firman Tuhan berkata : “jangan seorangpun menyebut dirinya pemimpin atau bapa.” Seandainya Paulus menempatkan dirinya sebagai pemimpin maka pada generasi berikutnya akan mengalami polusi secara rohani. Jadi pemimpin yang satu-satunya adalah Kristus.

Lalu bagaimanakah cara pemimpin kita (Tuhan Yesus) dalam memimpin dunia ini ? Ada beberapa hal yang dimiliki dan menjadi bagian dalam hidupNya, untuk memimpin dunia ini.

Yang pertama adalah Penguasaan Diri.

Ketika Ia memulai pelayananNya di bumi ini, Ia telah belajar mengenai penguasaan diri. Salah satu contoh, yaitu : tatkala Ia dicobai oleh iblis di padang gurun sebanyak tiga kali, Ia telah sanggup mengalahkan cobaan itu. KesanggupanNya dalam mengalahkan cobaan itu dikarenakan ia telah belajar akan penguasaan diri, yaitu melalui puasa selama 40 hari (Matius 4:1-11). Memang Yesus itu lahir dari Roh dan firman, tetapi ia terdiri dari daging juga. Tuhan Yesus mengerti bahwa dengan penguasaan diri, maka cobaan iblis yang memancing hawa nafsunya untuk melakukan dosa dapat dikalahkan. Dan perlu kita tahu bahwa Roh Allah dapat bekerja dengan leluasa apabila penguasaan diri ada dalam diri kita dan keinginan daging telah ditaklukkan. Memang, secara tidak sadar kadang-kadang muncul pertanyaan : “Mengapa Roh Allah tidak dapat bekerja secara luar biasa, apakah metode-metode atau program yang kita lakukan kurang bagus ?. Roh Allah tidak bekerja secara luar biasa bukan karena metode atau program yang kurang bagus, tetapi semuanya itu disebabkan oleh karena kita masih hidup dalam kedagingan dan hawa nafsu. Oleh karena itu, saat kita sedang berpuasa untuk melatih penguasaan diri kita, maka Roh Allah itu akan muncul dan bekerja secara luar biasa. Namun berapa banyak orang justru memadamkan atau mendukakan Roh dengan kedagingannya. Jadi kalau kita mengikut Kristus, dan Roh Allah berkuasa dengan sepenuhnya atas kita, maka kita akan sanggup melakukan perkara yang besar. Sebab semakin kita hidup dalam penguasaan diri maka Roh Allah semakin muncul dalam kehidupan kita dan kuasa Tuhan akan bekerja tanpa batas. Apabila kita menggunakan pedoman penguasaan diri maka segala karunia buah-buah Roh Kudus akan muncul dengan subur. Dan apa artinya kita berpendidikan tinggi tanpa adanya penguasaan diri dalam hidup kita. Dan ini bukan berarti kita tidak boleh berpendidikan tinggi, tetapi yang dimaksud disini adalah : penguasaan diri merupakan prioritas utama.

Hal yang kedua adalah Taat Terhadap Kehendak Tuhan (Obey The Lord)

Selain penguasaan diri, ada hal yang tidak kalah pentingnya yaitu ketaatan. Kita semua tahu bahwa manusia pertama kali jatuh dalam dosa disebabkan karena ketidaktaatannya terhadap kehendak Tuhan. Tetapi disini kita akan belajar dari pemimpin agung kita yaitu Tuhan Yesus mengenai ketaatan. Sejauh mana ketaatan daripada Tuhan Yesus terhadap Bapa ? ketaatan Tuhan Yesus terhadap Bapa adalah sampai kematiannya di atas kayu salib, seperti yang tertulis dalam Filipi 2:5-11 “. . . . . Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa!

Memang secara manusia, Tuhan Yesus tidak sanggup menghadapi pergumulan yang sedang Ia jalani yaitu harus mengalami penderitaan yang berat, bahkan sampai mati di atas kayu salib. Karena terlalu beratnya penderitaan yang Ia tanggung, sampai Tuhan Yesus berdoa sebanyak tiga kali dengan kata-kata yang sama seperti yang tertulis dalam Matius 26:39 “Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.”

Tetapi oleh karena ketaatanNya, Ia menyerahkan sepenuhya ke dalam tangan Bapa, walaupun berat rasanya untuk dapat menanggung semua penderitaan itu. Dan pada akhirnya Ia ditinggikan dan diberi kuasa baik di bumi maupun di surga.

Selain kita belajar dari ketaatan Tuhan Yesus, kita akan melihat contoh tokoh lain yang juga taat terhadap kehendak Tuhan, yaitu Abraham. Ketika Abraham menantikan untuk mendapatkan seorang anak Ia menunggu sampai usia yang sangat lanjut. Dan ketika janji untuk mendapatkan seorang anak sudah tergenapi, lalu Tuhan berkata supaya anak itu dipersembahkan kepada Tuhan. Walaupun secara manusia ia merasa kecewa, tetapi karena ketaatannya justru membuahkan hasil yang luar biasa. Dimana Tuhan menjadikan Abraham sebagai bapa segala bangsa dan keturunannya menjadi bangsa yang besar sesuai dengan janji Tuhan.

Melalui penjelasan diatas, marilah kita senantiasa belajar hidup dalam penguasaan diri dan taat terhadap kehendak Tuhan, supaya kita tetap berkenan di hadapan Tuhan dan pelayanan kita tidak sia-sia. Amin.
[ Read More ]