Facebook
RSS

Jangan Berhenti Di Tengah Badai

Pada suatu hari, ada seorang anak yg sedang berkendara dengan ayahnya , spt biasanya mereka bekendaraan menuju ke suatu tempat. Dan si anak yg mengemudikan mobil .


Setelah beberapa puluh kilometer, tiba awan hitam datang bersama angin kencang.


Langit menjadi gelap. Kulihat beberapa kendaraan mulai menepi & berhenti.


"Bagaimana Ayah? Kita berhenti?", si anak bertanya.


"Teruslah mengemudi!", kata sang Ayah.


si anak tetap menjalankan mobil mengikuti perintah ayahnya.


Langit makin gelap, angin bertiup makin kencang. Hujanpun turun dg derasnya .


Beberapa pohon besar bertumbangan, bahkan ada pohon2 kecil yg diterbangkan angin.


Suasana nya sangat menakutkan.


Banyak kendaraan besar juga mulai menepi & berhenti.


"Ayah...?"


"Teruslah mengemudi, tingkatkan perhatian dan ekstra hati-hati!" kata sang Ayah sambil terus melihat ke depan.


Si Anak tetap mengemudi dgn bersusah payah.


Hujan lebat menghalangi pandangan sampai hanya berjarak beberapa meter saja.


Anginpun mengguncang kan mobil kecil itu .


Si Anak mulai merasa takut.


Tapi dia tetap mengemudi kan mobil sesuai perintah ayahnya walaupun sangat perlahan.


Setelah melewati bbrpa kilometer ke depan, terasakan hujan mulai mereda & angin mulai berkurang.


Setelah beberapa killometer lagi, sampailah mereka di tempat yg kering & mereka melihat matahari


bersinar muncul dari balik awan.


"Silakan kalau mau berhenti sekarang dan keluarlah", kata sang Ayah tiba.


"Kenapa sekarang?", tanya si anak terheran-heran.


"Tengoklan kebelakang agar engkau bisa melihat dirimu seandainya engkau tadi berhenti di tengah badai dan angin ribut itu ".


Si anak berhenti & keluar dari mobil , lalu dia menengok jauh ke belakang , disana sana badai masih berlangsung.


Si anak lalu membayangkan bila mereka berhenti dan terjebak , segera diapun berdoa untuk mereka yg masih terjebak di sana , semoga mereka selamat.


Dan disinilah si anak mengerti dan menyadari bahwa jgn pernah berhenti di tengah badai karena akan terjebak dalam suatu ketidakpastian & ketakutan yang sangat , krn kita tak akan tahu kapan badai akan berakhir serta apa yg akan terjadi selanjutnya, lebih baik segera jauhi badai itu sebisa mungkin .


Ibarat nya jika kita sedang menghadapi "badai" kehidupan, maka teruslah berjalan, teruslah berusaha . jangan pernah berhenti, jangan pernah putus asa krn bila tidak maka kita akan tenggelam dlm keadaan yg terus kacau , menakutkan & penuh ketidak-pastian, bagaikan anda berada ditengah-tengah Badai yang sesungguhnya .
[ Read More ]

Malaikat Berseragam

Ini adalah kisah keluarga yang diceritakan ayahku tentang ibunya, yakni nenekku.

Pada tahun 1949, ayahku baru pulang dari perang. Di setiap jalan raya Amerika, terlihat tentara berseragam meminta tumpangan pulang ke keluarganya, seperti kebiasaan di Amerika saat itu.

Sedihnya, kegembiraan reuni bersama keluarganya kemudian dinaungi kegelapan. Nenekku sakit parah dan harus masuk rumah sakit. Ginjalnya sakit, dan para dokter memberitahu ayahku bahwa nenek harus segera ditransfusi darah atau ia tak akan bertahan melewati malam itu. Masalahnya, golongan darah nenek itu AB, golongan yang langka, bahkan juga sekarang, tapi waktu itu lebih sulit lagi diperoleh karena tak ada bank darah maupun pesawat untuk mengirimkannya. Semua anggota keluarga dites, tapi tak satu pun memiliki golongan darah yang cocok. Jadi para dokter tak memberi harapan pada keluarga, nenekku akan meninggal.

Sambil menangis, ayahku meninggalkan rumah sakit untuk menghimpun seluruh anggota keluarga, supaya semuanya bisa mendapat kesempatan untuk berpamitan dengan nenek. Saat ayahku mengendarai mobil di jalan raya, ia melewati seorang tentara berseragam yang minta tumpangan pulang. Dengan duka yang dalam, saat itu ayahku tak beniat beramal. Tapi, seakan ada sesuatu di luar dirinya yang menyuruhnya berhenti, dan ia menunggu orang asing itu naik mobil.

Ayahku terlalu sedih untuk menanyakan nama tentara itu sekalipun, tapi tentara itu langsung melihat air mata ayahku dan menanyakannya. Sambil menangis ayahku bercerita pada orang asing ini bahwa ibunya terbaring sekarat di rumah sakit karena dokter tak dapat menemukan golongan darahnya, AB dan jika sampai malam tiba golongan darah itu belum ada, ibunya tentu akanmati.

Suasana di mobil menjadi hening. Lalu, tentara tak dikenal ini menjulurkan tangannya pada ayahku, telapak menengadah. Pada telapak tangannya terdapat kalung tentara dari lehernya. Golongan darah pada kalung itu adalah AB. Tentara itu menyuruh ayahku membalikkan mobil dan membawanya ke rumah sakit.

Nenekku hidup hingga tahun 1996, empat puluh tujuh tahun kemudian, dan sampai saat ini tak seorangpun keluarga kami yang mengetahui nama tentara itu. Tapi ayahku sering bertanya-tanya, apakah orang itu tentara atau malaikat berseragam?

Jeannie Ecke Sowell
[ Read More ]

Tetesan Terakhir

Pasar malam dibuka di sebuah kota. Penduduk menyambutnya dengan gembira. Berbagai macam permainan, stand makanan dan pertunjukan diadakan. Salah satu yang paling istimewa adalah atraksi manusia kuat. Begitu banyak orang setiap malam menyaksikan unjuk kekuatan otot manusia kuat ini.

Manusia kuat ini mampu melengkungkan baja tebal hanya dengan tangan telanjang. Tinjunya dapat menghancurkan batu bata tebal hingga berkeping-keping.

Ia mengalahkan semua pria di kota itu dalam lomba panco. Namun setiap kali menutup pertunjukkannya ia hanya memeras sebuah jeruk dengan genggamannya. Ia memeras jeruk tersebut hingga ke tetes terakhir. ‘Hingga tetes terakhir’, pikirnya.

Manusia kuat lalu menantang para penonton: “Hadiah yang besar kami sediakan kepada barang siapa yang bisa memeras hingga keluar satu tetes saja air jeruk dari buah jeruk ini!”

Kemudian naiklah seorang lelaki, seorang yang atletis, ke atas panggung. Tangannya kekar. Ia memeras dan memeras… dan menekan sisa jeruk… tapi tak setetespun air jeruk keluar. Sepertinya seluruh isi jeruk itu sudah terperas habis. Ia gagal. Beberapa pria kuat lainnya turut mencoba, tapi tak ada yang berhasil. Manusia kuat itu tersenyum-senyum sambil berkata : “Aku berikan satu kesempatan terakhir, siapa yang mau mencoba?”

Seorang wanita kurus setengah baya mengacungkan tangan dan meminta agar ia boleh mencoba. “Tentu saja boleh nyonya. Mari naik ke panggung.” Walau dibayangi kegelian di hatinya, manusia kuat itu membimbing wanita itu naik ke atas pentas. Beberapa orang tergelak-gelak mengolok-olok wanita itu. Pria kuat lainnya saja gagal meneteskan setetes air dari potongan jeruk itu apalagi ibu kurus tua ini. Itulah yang ada di pikiran penonton.

Wanita itu lalu mengambil jeruk dan menggenggamnya. Semakin banyak penonton yang menertawakannya. Lalu wanita itu mencoba memegang sisa jeruk itu dengan penuh konsentrasi. Ia memegang sebelah pinggirnya, mengarahkan ampas jeruk ke arah tengah, demikian terus ia ulangi dengan sisi jeruk yang lain. Ia terus menekan serta memijit jeruk itu, hingga akhirnya memeras… dan “ting!” setetes air jeruk muncul terperas dan jatuh di atas meja panggung.

Penonton terdiam terperangah. Lalu cemoohan segera berubah menjadi tepuk tangan riuh. Manusia kuat lalu memeluk wanita kurus itu, katanya, “Nyonya, aku sudah melakukan pertunjukkan semacam ini ratusan kali. Dan, banyak orang pernah mencobanya agar bisa membawa pulang hadiah uang yang aku tawarkan, tapi mereka semua gagal. Hanya Anda satu-satunya yang berhasil memenangkan hadiah itu. Boleh aku tahu, bagaimana Anda bisa melakukan hal itu?”

“Begini,” jawab wanita itu, “Aku adalah seorang janda yang ditinggal mati suamiku. Aku harus bekerja keras untuk mencari nafkah bagi hidup kelima anakku.

Jika engkau memiliki tanggungan beban seperti itu, engkau akan mengetahui bahwa selalu ada tetesan air walau itu di padang gurun sekalipun. Engkau juga akan mengetahui jalan untuk menemukan tetesan itu. Jika hanya memeras setetes air jeruk dari ampas yang engkau buat, bukanlah hal yang sulit bagiku”.

Selalu ada tetesan setelah tetesan terakhir.

Aku telah ratusan kali mengalami jalan buntu untuk semua masalah serta kebutuhan yang keluargaku perlukan. Namun hingga saat ini aku selalu menerima tetes berkat untuk hidup keluargaku. Aku percaya Tuhanku hidup dan aku percaya tetesan berkat-Nya tidak pernah kering, walau mata jasmaniku melihat semuanya telah kering. Aku punya alasan untuk menerima jalan keluar dari masalahku. Saat aku mencari, aku menerimanya karena ada pribadi yang mengasihiku.

“Bila Anda memiliki alasan yang cukup kuat, Anda akan menemukan jalannya”, demikian kata seorang bijak.

SELALU ADA TETESAN TERAKHIR!
[ Read More ]

Pelajaran dari Seekor Keledai

Suatu hari keledai milik seorang petani jatuh ke dalam sumur. Hewan itu menangis dengan memilukan selama berjam-jam semetara si petani memikirkan apa yang harus dilakukannya.

Akhirnya, Ia memutuskan bahwa hewan itu sudah tua dan sumur juga perlu ditimbun (ditutup - karena berbahaya);jadi tidak berguna untuk menolong si keledai. Dan ia mengajak tetangga-tetangganya untuk datang membantunya. Mereka membawa sekop dan mulai menyekop tanah ke dalam sumur.

Pada mulanya, ketika si keledai menyadari apa yang sedang terjadi, ia menangis penuh kengerian.Tetapi kemudian, semua orang takjub, karena si keledai menjadi diam. Setelah beberapa sekop tanah lagi dituangkan ke dalam sumur, si petani melihat ke dalam sumur dan tercengang karena apa yang dilihatnya.

Walaupun punggungnya terus ditimpa oleh bersekop-sekop tanah dan kotoran, si keledai melakukan sesuatu yang menakjubkan. Ia mengguncang-guncangkan badannya agar tanah yang menimpa punggungnya turun ke bawah, lalu menaiki tanah itu.

Sementara tetangga-2 si petani terus menuangkan tanah kotor ke atas punggung hewan itu, si keledai terus juga mengunca! ngkan badannya dan melangkah naik. Segera saja, semua orang terpesona ketika si keledai meloncati tepi sumur dan melarikan diri !

Kehidupan terus saja menuangkan tanah dan kotoran kepadamu, segala macam tanah dan kotoran. Cara untuk keluar dari 'sumur' (kesedihan, masalah,dsb) adalah dengan menguncangkan segala tanah dan kotoran dari diri kita (pikiran, dan hati kita) dan melangkah naik dari 'sumur' dengan menggunakan hal-hal tersebut sebagai pijakan.

Setiap masalah-masalah kita merupakan satu batu pijakan untuk melangkah. Kita dapat keluar dari 'sumur' yang terdalam dengan terus berjuang,jangan pernah menyerah !

Ingatlah aturan sederhana tentang Kebahagiaan :
1. Bebaskan dirimu dari kebencian
2. Bebaskanlah pikiranmu dari kecemasan
3. Hiduplah sederhana
4. Berilah lebih banyak
5. Tersenyumlah
6. Miliki teman yang bisa membuat engkau tersenyum
[ Read More ]

KESOMBONGAN

Sombong adalah penyakit yang sering menghinggapi kita semua, benih-benihnya kerap muncul tanpa kita sadari.

Di tingkat pertama,
sombong disebabkan oleh faktor materi.
Kita merasa lebih kaya, lebih rupawan, dan lebih terhormat daripada orang lain.

Di tingkat kedua,
sombong disebabkan oleh faktor kecerdasan.
Kita merasa lebih pintar, lebih kompeten, dan lebih berwawasan dibandingkan orang lain.

Di tingkat ketiga,
sombong disebabkan oleh faktor kebaikan.
Kita sering menganggap diri kita lebih bermoral, lebih pemurah, dan lebih tulus dibandingkan dengan orang lain.

Yang menarik....,
Semakin tinggi tingkat kesombongan,
Semakin sulit pula kita mendeteksinya.

Sombong karena materi sangat mudah terlihat,
namun sombong karena pengetahuan,
apalagi sombong karena kebaikan,
sulit terdeteksi karena seringkali hanya berbentuk benih-benih halus di dalam batin kita.

Cobalah setiap hari, kita memeriksa hati kita.
Karena setiap hal yang baik dan yang bisa kita lakukan,
semua karena ANUGRAH TUHAN.

Kita ini manusia hanya seperti debu, yang suatu saat akan hilang dan lenyap.
Kesombongan hanya akan membawa kita pada kejatuhan yang dalam. . .

[ Read More ]

Bertumbuhlah Selagi masih Ada Waktu

Apa yang akan Anda lakukan dalam hidup, ketika Anda merasa sudah cukup? Anda diam saja? Atau Anda tetap menimba kebijaksanaan dari kehidupan sehari-hari?

Seorang pemuda mengatakan bahwa ia sering mengecewakan ibunya. Ia tidak menuruti nasihat-nasihatnya yang baik. Ia sering membohongi ibunya yang sudah lama menjanda itu. Padahal ibunya begitu baik kepadanya. Ibunya sangat mencintai dirinya. Ibunya selalu memenuhi kebutuhan hidupnya.

Di usianya yang sudah tua, ibunya menderita komplikasi beberapa penyakit seperti darah tinggi, diabetes, kolesterol tinggi dan sakit lever. Kini ibu itu tidak bisa aktif seperti dulu. Tubuhnya yang dulu
tegar sekarang tampak loyo, tak berdaya. Pemuda itu jatuh kasihan terhadap kondisi ibunya.
Karena itu, pemuda itu berusaha untuk merawat ibunya dengan baik. Ia merasa berhutang budi terhadap ibunya. Ia ingin membalas kebaikan ibunya. Saat inilah saat yang tepat untuk memberikan
perhatian kepadanya. Ia tidak perlu membohongi ibunya lagi. Ia mesti mengurus ibunya dengan sebaik-baiknya.

Suatu hari, sang ibu yang dicintainya itu menghembuskan nafas terakhirnya. Ia meninggal dalam dekapan satu-satunya anak yang masih tinggal dengannya, yaitu pemuda itu. Ia menutup matanya dalam damai. Tidak ada pemberontakan. Ia merasakan kasih yang begitu dalam dari sang anak. Pemuda itu pun merasa terharu atas
peristiwa itu. Ia telah mengantar kepergian ibunya untuk selama-lamanya dalam damai.

Sahabat, kasih seorang ibu tak terbatas. Setidak-tidaknya ini kasih seorang ibu yang normal. Ia tidak peduli terhadap tingkah laku anak-anaknya yang kurang baik terhadap dirinya. Ia bahkan mengampuni
dosa-dosa anaknya. Atau bahkan ia tidak menganggap kenakalan mereka sebagai dosa dan kesalahan. Ia mudah melupakan dosa dan kesalahan mereka. Ia tidak menaruh dendam terhadap mereka.

Kisah di atas mengungkapkan betapa indahnya kasih ibu yang tak pernah lekang oleh waktu. Dalam kondisi fisik yang tidak baik lagi, ia masih mengasihi anaknya. Ia memberikan yang terbaik baginya
hingga saat-saat terakhir hidupnya. Damai ia tinggalkan bagi sang anak yang setia menungguinya.

Kita hidup dalam kebersamaan dengan orang lain. Kita hidup bersama orang-orang yang terdekat yang kita kasihi. Apa yang kita rasakan dirasakan juga oleh mereka. Damai yang kita tampilkan
dalam hidup kita juga dirasakan oleh sesama kita. Kita belajar hidup dari sesama kita.

Namun sering kita kurang mau belajar dari sesama kita. Kita merasa bahwa kita sudah mencapai kesempurnaan hidup ini. Kita merasa bahwa kita sudah mampu hidup dengan keadaan kita sekarang.
Tentu saja sikap seperti ini merupakan suatu kesombongan. Ini suatu keangkuhan dari seorang manusia yang tak sempurna. Kita mesti sadar bahwa kita adalah makhluk yang terbatas. Kita adalah makhluk yang tidak sempurna.

Karena itu, kita mesti terus-menerus belajar dari kehidupan. Kebijaksanaan kita temukan dalam
kehidupan sehari-hari. Kebijaksanaan tidak jatuh dari langit. Damai yang kita temukan itu tidak kita dapatkan dari dunia khayalan. Damai itu kita temukan dalam kebersamaan hidup sehari-hari.

Seorang bijak berkata, “Hai anakku, peliharalah perintah ayahmu, dan janganlah menyia-nyiakan ajaran ibumu. Tambatkanlah senantiasa semuanya itu pada hatimu, kalungkanlah pada lehermu.
Jikalau engkau berjalan, engkau akan dipimpinnya. Jikalau engkau berbaring, engkau akan dijaganya. Jikalau engkau bangun, engkau akan disapanya. Karena perintah itu pelita, dan ajaran itu cahaya, dan teguran yang mendidik itu jalan kehidupan” (Amsal 6:20-23).

Mari kita bangun hidup yang baik dan benar dalam hidup sehari-hari bersama sesama. Tuhan memberkati. **
[ Read More ]