Facebook
RSS

BERANI UNTUK RENDAH HATI

-
Firman Tuhan

Kita sering mendengar bahwa hidup di dunia ini penuh pergulatan serta persaingan, dan bahwa hanya orang-orang yang ulet saja dapat meraih sukses. Pandangan seperti ini sudah ditanamkan sejak kecil dan ditempa terus-menerus, baik di rumah maupun di sekolah, sehingga kita cenderung tumbuh dengan sikap yang siap untuk bertarung demi meraih kehidupan. Mirip dengan dunia satwa di alam bebas yang harus berkelahi baru bisa hidup dan eksis.

Lingkungan gerejawi selayaknya adalah sebuah entitas yang terdiri atas orang-orang yang kontras dengan keadaan di luar gereja yang penuh suasana "pertarungan" untuk eksis. Sebab gereja adalah tempat berhimpunnya orang-orang yang sedang menghidupkan keteladanan Yesus yang penuh penyangkalan diri. Tapi kenyataannya lebih sering mengecewakan ekspektasi itu. Sehingga seorang sejarahwan pernah berucap, "Saya masuk ke dunia, saya melihat gereja di dalamnya; saya masuk ke gereja, saya melihat dunia di dalamnya." Bukan karena keadaan di gereja tidak ada bedanya dengan keadaan di luar gereja, tetapi karena di dalam gereja belum semua adalah gandum melainkan masih ada lalang-lalang. [Mat. 13:24-30].

Namun orang-orang yang aktif di dalam gereja kebanyakan adalah juga orang-orang yang giat di luar gereja, bahkan keseharian mereka lebih banyak bersentuhan dengan suasana di luar gereja. Lalu kita bertanya: Mungkinkah seorang Kristen sejati yang berkarir di luar lingkungan gereja bisa sukses sambil terus taat mempertahankan tiga sifat dalam Efesus 4:2, yaitu rendah hati, lemah lembut, dan sabar?

Pertama-tama kita perlu mendefinisikan dulu apa artinya rendah hati, lemah lembut dan sabar itu. Ketiga sifat ini pada dasarnya adalah identik. Supaya tidak terlalu tendensius kita ambil saja pendapat sekuler mengenai sifat ini. Kerendahan hati, menurut Immanuel Kant (psikolog dan filsuf klasik terkenal asal Jerman), adalah sebuah kebajikan atau sifat baik (virtue); yang menurut penelitian Jim Collins dkk sebagai suatu sifat yang dapat meningkatkan efektivitas kepemimpinan. Lemah lembut itu bersifat mudah diatur, ramah, halus pembawaaanya, serta mampu meredakan amarah orang lain. Sabar ialah memiliki kesanggupan untuk bertahan di bawah keadaan yang sulit dan tidak mudah terprovokasi, dapat menahan emosi. Walaupun menurut filsuf Friedrich Nietzsche ini adalah sesuatu yang berat, berlawanan dengan nafsu yang tidak bisa menunggu, namun kesabaran menunjukkan kematangan pribadi yang amat diperlukan di saat-saat genting. Pendeknya, ketiga sifat ini lebih menguntungkan bukan saja dalam pergaulan tetapi juga dalam kehidupan secara keseluruhan.

Contoh dari Alkitab tentang seorang yang memiliki ketiga sifat kebajikan ini adalah Abigail. Di saat keluarganya menghadapi kegeraman Daud dengan 400 pasukannya yang hendak menuntut balas atas harga dirinya yang dilecehkan dan akan menumpas semua laki-laki di rumah Nabal sebelum fajar berikutnya (1Sam. 25:22), Abigail tampil sebagai pahlawan yang bukan saja menyelamatkan orang-orang yang tidak bersalah di rumahnya tetapi juga menyelamatkan Daud sendiri dari berbuat dosa. Tersadar oleh kecerobohan yang nyaris dilakukannya, Daud pun memuji tindakan Abigail: "Terpujilah kebijakanmu dan terpujilah engkau sendiri, bahwa engkau pada hari ini menahan aku dari melakukan hutang darah dan dari bertindak sendiri dalam mencari keadilan" (ay. 33). Belakangan, Daud yang terkesan dengan kebajikan Abigail kemudian memperistri wanita cantik ini setelah Nabal, suaminya, mati terkena serangan jantung.

Tentu tidak semua kemarahan dapat diredakan dengan cara seperti itu. Ada faktor-faktor lainnya yang ikut berpengaruh, termasuk kualitas pribadi pihak yang sedang marah dan apa alasan kemarahannya. Selain itu ada pula faktor hubungan kasuistis kedua pihak yang bersengketa. "Hasilnya sangat beragam tergantung pada bagaimana orang-orang itu mempresentasikan diri mereka--sebagai atasan, sebagai sejawat, atau sebagai teman-teman maupun rekan-rekan bawahan".

Tetapi yang pasti dalam peristiwa yang melibatkan ketiga ini, yaitu antara Nabal yang sombong dan melecehkan orang lain dan Daud yang emosional dengan rasa harga diri yang tinggi, Abigail telah tampil sebagai penyelamat. Kedudukan wanita bijaksana ini di hadapan kedua lelaki tersebut lebih rendah (inferior), apalagi pada zaman dan dalam kebudayaan setempat yang sangat patrialistik, namun demikian dia tidak merasa terkendala untuk berbuat sesuatu yang positif. "Hasil dari tindakan Abigail yang bijaksana dan rendah hati itu telah sama sekali membalikkan niat Daud. Dia bersyukur kepada Tuhan yang sudah mengutus wanita ini dan memujinya atas pertimbangannya yang baik".

Berdasarkan dua hal yang telah dipaparkan ini, yaitu pendapat para pakar dunia dan contoh kasus dari Alkitab, maka untuk menjawab pertanyaan "Mungkinkah seorang Kristen sejati yang berkarir di luar lingkungan gereja bisa sukses sambil terus taat mempertahankan tiga sifat dalam Efesus 4:2, yaitu rendah hati, lemah lembut, dan sabar?" kita bisa berkata bahwa hal itu sangat mungkin! Situasi dan kondisi yang dihadapi dalam dunia kerja pasti berbeda dengan situasi dan kondisi persekutuan dan perbaktian di dalam gereja, namun ketiga sifat ini tetap memberi manfaat. Kerendahan hati, lemah lembut, dan sabar adalah tiga ciri kecerdasan emosi (emotional quotient) merupakan tuntutan yang bersifat universal. Tidak ada lingkungan sosial maupun lingkungan pekerjaan yang tidak menyukai ketiga sifat baik ini, betapapun dahsyatnya persaingan di dunia.

Orang yang berani menunjukkan kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran adalah orang yang berpotensi meraih keberhasilan, di luar gereja maupun di dalam gereja.

Leave a Reply