Facebook
RSS

Keberanian" untuk membuka dan menyatakan jatidiri kita

-
Firman Tuhan

Dengan dasar pemikiran seperti diutarakan dalam prawacana di atas saya cenderung berpikir bahwa untuk menjalin suatu hubungan antara pribadi yang sehat dan konstruktif diperlukan "keberanian" untuk membuka dan menyatakan jatidiri kita. Perlu juga kita menyadari bahwa hubungan antar-pribadi dalam suatu ajang yang bernama "pergaulan" itu tidak bisa dijalani begitu saja tanpa persiapan mental. Artinya, pergaulan itu tidak bisa dianggap sebagai aktivitas alami seperti halnya makan, tidur, berjalan, bicara, dan sebagainya. Perlu persiapan untuk mengantisipasi hal-hal yang muncul dari interaksi kita dengan orang-orang lain, bagaimana supaya saya bisa diterima dengan baik oleh orang lain. Kita juga harus belajar lebih dulu nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang berlaku di lingkungan di mana saya hendak menerjunkan diri dan berkecimpung bersama orang-orang lain serta langkah-langkah awal apa yang baik.

Ambillah contoh hubungan antar-pribadi yang paling terbatas dan eksklusif, yakni apabila anda hendak memilih seorang teman hidup. Ada beberapa langkah yang harus ditempuh untuk menjalin hubungan yang bermutu, dimulai dengan berkenalan, bergaul, saling membuka diri, saling percaya, lalu saling mencintai. Tidak ada yang namanya "cinta pada pandangan pertama" (love at the first sight). Penampilan fisik (physical appearance) itu hanyalah pesona awal yang mendekatkan kedua insan. Tentu saja "prosedur" ini tidak berlaku di zaman Alkitab, atau pada "Zaman Siti Nurbaya" yang baru seabad lalu, di mana menikah itu lebih menjadi hak orangtua ketimbang hak dari anak-anak yang hendak menikah. Istilahnya, our marriage, their wedding, anak-anak yang mau kawin tapi orangtua yang punya pesta.

Di zaman teknologi digital dan internet ini, utamanya di kebudayaan dunia barat, pasangan yang hendak menikah itu memiliki hak mutlak untuk memilih pasangannya, menentukan kapan mereka hendak menikah, siapa yang akan mendampingi, nuansa warna, dan sebagainya. Dan sekalipun dengan perkembangan teknologi informasi sepasang sejoli dapat saja berkenalan dan bergaul melalui internet, tidak bergaul langsung secara fisik, namun tahapan-tahapan pranikah itu tetap saja diperlukan. Bahkan pasangan-pasangan instan yang menikah di Las Vegas, yang baru jumpa semalam, tetap saja ada tahapan saling mengenal. Tidak ada pasangan yang menikah tanpa saling tahu nama masing-masing.

Bergaul dengan orang lain--apapun maksud dan tujuannya--mesti memperhitungkan berbagai masalah dan kesulitan yang bakal muncul. Sebab setiap orang adalah unik, berasal dari lingkungan keluarga yang berbeda, dibesarkan di lingkungan yang berbeda, menempuh pendidikan yang berbeda, memiliki pengalaman yang berbeda, menganut paham dan wawasan yang berbeda, menjunjung norma-norma yang berbeda, bahkan mewarisi gen-gen pembawa sifat yang berbeda-beda. Semua ini merupakan faktor-faktor potensial untuk menimbulkan kesalahpahaman dan dengan sendirinya mengganggu untuk suatu hubungan yang harmonis. Pendeknya, hubungan antar pribadi selalu sarat dengan masalah.

"Apakah masalah dengan pasangan, anak-anak, atasan, rekan sekerja, tetangga, teman, atau musuh, orang-orang cenderung menjadi penyebab stres yang utama. Sebaliknya, apabila hubungan-hubungan itu positif maka semua itu merupakan sumber kepuasan yang mantap".

Nah, beranikah anda untuk bergaul dengan orang-orang lain yang dalam banyak hal berbeda dengan anda?

Leave a Reply