Facebook
RSS

EMOSI NEGATIF YESUS (Wujud Emosi Yesus: Bagian 2)

-
Firman Tuhan

Di awal kita sudah pelajari bahwa emosi negatif seseorang pasti akan berdampak negatif pula kepada orang lain yang terkait. Kita sudah melihat itu terjadi dalam keluarga raja Daud, apa yang telah dilakukan oleh Amnon terhadap Tamar, Absalom terhadap Amnon, dan anak-anak raja Daud secara keseluruhan. Tetapi kita menemukan hal yang berbeda dari emosi negatif Yesus terhadap kota Yerusalem.

Saat Yesus mendekati dan memandang kota Yerusalem, "Ia menangisinya" (Luk. 19:41). Menangis tanda sedih, dan sedih adalah salah satu emosi negatif. "Tidak disangsikan bahwa itulah kesedihan yang Ia rasakan sementara Dia memandang ke masa depan dan melihat nasib Yerusalem. Tetapi lebih dari itu, Ia merasa sedih atas banyak penduduk kota itu yang telah menolak Dia". Rasa sedih yang tulus sebab kota kebanggaan itu telah menolak kasih yang ditawarkan-Nya, dan menyadari apa akibat dari penolakan mereka itu terhadap nasib mereka sendiri. "Wahai, betapa baiknya jika pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu!" (ay. 42).

Sementara Yesus menangis, orang banyak yang mengelu-elukan-Nya justeru berada dalam eforia. Mereka mengiringi Yesus sambil berseru-seru, "Hosanah di tempat yang maha tinggi!" (ay. 38). Koq nggak nyambung? Ya, karena orang banyak itu, termasuk murid-murid sendiri, tidak mengerti perasaan Yesus saat itu. "Sekarang hal itu tersembunyi bagi matamu" (ay. 42 bag. akhir).

Rasa sedih Yesus berbeda dengan rasa sedih umumnya manusia. "Orang-orang biasanya menangis bagi diri mereka sendiri, tetapi pada peristiwa ini kesedihan Yesus berasal dari suatu perasaan yang mendalam terhadap orang lain". Orang banyak itu tidak mengerti mengapa Yesus menangis di kala mereka sedang memuja-muja Diri-Nya, oleh sebab manusia pada umumnya mengidap "spiritual myopia" di mana mata rohani mereka hanya mampu melihat untuk jarak dekat dan secara dangkal, tetapi tak sanggup memandang jauh ke depan.

Sekiranya Yesus mengedepankan emosi negatif yang bersifat egoistis, seperti umumnya kita, maka Dia tidak perlu menangisi Yerusalem. Kalau perlu Dia tertawa senang karena mengetahui bahwa penolakan kota ini terhadap keselamatan yang ditawarkan-Nya bakal menuai kehancuran dan kebinasaan. Tetapi tidak demikian halnya dengan Yesus, Dia bersedih karena pekabaran keselamatan abadi yang disampaikan-Nya tidak diterima dan dimengerti oleh penduduk kota yang angkuh itu. "Kebanyakan dari penderitaan Yesus berkaitan dengan perasaan frustrasi bilamana pengikut-pengikut-Nya tidak memahami pekabaran-Nya...Yesus juga sangat menderita sementara Ia memperhatikan akibat-akibat dari dosa atas umat manusia".

Apakah kita pernah merasakan kesedihan seperti yang dirasakan Yesus ini? Pada waktu kita selesai melaksanakan sebuah KKR (Kebaktian Kebangunan Rohani)--dengan menghabiskan waktu, tenaga dan biaya yang besar--lalu jumlah jiwa yang berhasil dituai melalui baptisan jauh di bawah harapan, apakah kita merasa sedih karena nasib jiwa-jiwa yang tidak menyambut pekabaran keselamatan itu, atau kita sedih oleh sebab jumlah baptisan yang tidak sesuai dengan "tujuan" yang kita canangkan? Ketika melakukan penginjilan, apakah karena kita concern pada keselamatan jiwa-jiwa itu, atau pada reputasi pribadi? KKR dan berbagai aktivitas penginjilan lainnya adalah usaha yang mulia, tetapi menjadikan penginjilan sebagai saluran mencari nama dan jabatan adalah upaya memanipulasi pekerjaan Tuhan secara tidak terpuji.

Leave a Reply