Facebook
RSS

EMOSI POSITIF YESUS (Wujud Emosi Yesus: Bagian 1)

-
Firman Tuhan


Selama berada di dunia ini, berbagai aktivitas yang Yesus lakukan semuanya terdorong oleh emosi-emosi yang positif. Termasuk ketika Dia memberi makan ribuan orang di tepi danau Galilea. "Dalam Markus 8:1-3, 'belas kasihan' merupakan pendorong yang menuntun Yesus menyusun rencana untuk memberi makan orang banyak itu.

Begitu pula saat Yesus menyembuhkan seorang berpenyakit kusta sewaktu sedang mengajar di rumah ibadah. Orang kusta itu, yang tentu saja sebelumnya sudah mendengar tentang penyembuhan-penyembuhan yang dilakukan Yesus serta percaya kepada-Nya, sengaja datang mendekat untuk memohon belas kasihan Yesus. Dapat dibayangkan ketika dia sambil berteriak-teriak "Najis, najis" berusaha menerobos orang banyak untuk bisa datang ke hadapan Yesus.

"Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku," kata orang itu (Mrk. 1:40). Dalam kata-kata yang digunakannya, pria yang malang ini menunjukkan rasa percayanya kepada kemampuan Yesus untuk menyembuhkannya, dan sekaligus "memancing" rasa iba Yesus terhadap dirinya. Dan orang itu tidak perlu menunggu lama, sebab memang dalam kehidupan-Nya Yesus selalu mengedepankan emosi positif berupa rasa belas kasihan (ay. 41). "Karena Yesus merasa kasihan kepada orang ini, Dia menyembuhkannya saat itu juga dan menyuruhnya pergi sambil memberi pengarahan agar tidak memberitahukan kepada siapapun. Tetapi orang yang telah disembuhkan itu tidak dapat menyimpan perbuatan kasih yang luar biasa ini untuk dirinya, lalu mulai menceritakannya kepada setiap orang.

Emosi positif yang sama pula yang mendorong-Nya untuk mulai mengajar ketika melihat orang banyak berkerumun menanti "seperti domba yang tidak mempunyai gembala" (Mrk. 6:34). Ini menunjukkan bahwa Yesus bukan hanya peduli pada kesejahteraan fisik orang lain, tetapi juga peduli pada kesejahteraan rohani mereka. "Yesus merasa belas kasihan, bukan hanya pada waktu orang-orang kekurangan kebutuhan-kebutuhan dasar secara jasmani tetapi juga ketika mereka tidak mempunyai pemimpin, pengajaran, atau tujuan-tujuan".

Belas kasihan Yesus bukan hanya tertuju kepada orang-orang dewasa saja, tetapi juga terhadap anak-anak kecil ketika sentuhan fisik mengandung arti yang sangat besar bagi mereka seperti yang dikisahkan dalam Mrk. 9:36. "Dia menggendong anak-anak itu serta menunjukkan cinta dan kasih sayang kepada mereka".
Namun acapkali terjadi bahwa manifestasi emosi positif Yesus justeru menimbulkan emosi negatif di pihak lawan bicaranya, seperti ketika Dia berhadapan dengan seorang pemimpin muda yang datang hendak berkonsultasi dalam hal memperoleh hidup kekal. "Dalam sekejap, keduanya mengalami emosi-emosi yang kuat--kasih [Yesus] dan sedih [orang muda yang kaya.

Dapat dibayangkan perasaan orang muda ini jadi berbunga-bunga ketika Yesus berbicara soal penurutan hukum Allah, sebab dia sudah menunaikannya sejak dulu. "Guru, semuanya itu telah kuturuti sejak masa mudaku," katanya (Mrk. 10:20). Disangkanya, dengan pengakuan itu maka Yesus akan segera menyatakan bahwa dia pasti selamat, sesuai dengan pengajaran ahli taurat perihal keselamatan yang hanya bisa diraih dengan penurutan hukum (=usaha). "Tetapi Yesus memandang dia dan menaruh kasih...Hanya satu lagi kekuranganmu: pergilah, juallah apa yang kau miliki dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin...Mendengar perkataan itu ia menjadi kecewa, lalu pergi dengan sedih" (ay. 21-22).

Kenapa bisa begitu? Masalahnya, sementara bagi Sang Juruselamat menawarkan hidup kekal merupakan sesuatu yang menyenangkan, bagi orang muda yang kaya itu membagikan hartanya kepada orang lain adalah suatu hal yang menyedihkan. Menurut perasaan orang muda kaya tersebut, hidup kekal itu terlampau mahal kalau harus "dibayar" dengan seluruh kekayaannya! Sekalipun Yesus secara langsung telah menjanjikan sebuah kompensasi (ganti rugi), bahwa "engkau akan beroleh harta di surga," namun orang muda kaya itu tetap merasa keberatan. Seolah-olah deal yang ditawarkan Yesus itu kurang bagus untuk dia, seakan-akan harta surga yang abadi itu masih belum setara (not worth it) dengan harta dunia fana yang dia miliki!

Barangkali anda tersenyum sinis dengan sikap orang muda kaya yang "bodoh" itu karena menolak tawaran trading-in antara harta dunia yang fana di tangannya dengan harta surga yang abadi dari tangan Raja Surga itu sendiri. Tapi, tunggu dulu! Bagaimana dengan anda dan saya? Orang kaya itu merasa keberatan menukar seluruh kekayaannya itu dengan hidup kekal, sementara kita sendiri terkadang bersedia "menukar" seluruh keselamatan dan hidup kekal yang sudah ada di tangan kita hanya untuk secuil harta dunia atau sedikit kesenangan dunia!

Leave a Reply