Facebook
RSS

PENAWAR UNTUK KEGELISAHAN (Percaya Mengalahkan Kecemasan)

-
Firman Tuhan

Murid-murid merayakan paskah bersama Yesus. Sebelum bersantap Yesus telah menunjukkan sebuah teladan kerendahan hati yang akan menjadi pelajaran bagi umat percaya sepanjang zaman. Dia juga memberi wejangan kepada mereka semua untuk saling mengasihi, sebab kasih akan menjadi ciri utama dan jatidiri mereka (Yoh. 13:35). Saat itulah juga Yesus mengungkapkan kepada mereka bahwa Dia akan meninggalkan mereka setelah missi utama-Nya tuntas.

Perpisahan selalu menimbulkan kesedihan, dan pada keadaan-keadaan tertentu perpisahan bahkan menyisahkan kecemasan. Saya teringat ketika masih berusia pra-sekolah saya jatuh sakit sehingga harus diopname (rawat-inap) di rumahsakit selama beberapa hari. Karena aturan yang ketat di RS Gunung Wenang pada waktu itu maka ibu saya hanya bisa menemani sampai waktu makan malam, sesudah itu beliau harus pulang dan baru akan kembali esok menjelang tengah hari. Setiap kali ditinggalkan saya merasa bahwa perpisahan itu jauh lebih menyakitkan daripada penyakit itu sendiri. Saya hanya bisa "memberontak" dengan cara menangis. Belasan tahun kemudian giliran saya meninggalkan kampung halaman, dan ibu saya yang tersedu-sedu di atas geladak kapal yang sandar di pelabuhan Bitung. Hampir lima tahun lampau saya berpisah dengan anak-anak dan cucu-cucu saya, isak-tangis pun meliputi suasana di salah satu bagian bandara Soekarno-Hatta. Sungguh, tak ada seorangpun manusia yang di hatinya ada cinta menyukai perpisahan.
Hal yang paling dicemaskan dari sebuah perpisahan ialah ketidakpastian untuk bisa bersua kembali. Yesus mengetahui kegundahan hati murid-murid, dan Ia tahu obat yang paling mujarab untuk kegelisahan mereka itu: percaya. Itulah sebabnya Dia menghibur mereka, "Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku" (Yoh. 14:1). Kata yang diterjemahkan "percaya" dalam ayat ini adalah "pisteuo"  (pistis) dari bahasa Yunani yang berarti "keyakinan yang pasti; menaruh kepercayaan; atau percaya yang teguh." Kita tidak bisa berharap sepenuhnya hanya dengan percaya setengah-setengah. Tidak klop. Anda juga tidak dapat menghilangkan segenap kegelisahan dari hati anda sembari tetap harap-harap cemas. Tidak seimbang. Anda percaya sepenuhnya maka kegelisahan pun lenyap seluruhnya.

"Percaya kepada Bapa, percaya kepada Yesus, karena inilah kepercayaan yang dapat membebaskan hati yang gundah dari memandang masa depan dengan kesedihan...Oleh karena itu, percayalah kepada-Ku dan pada janji-janji-Ku. Inilah yang Yesus katakan kepada mereka pada waktu itu dan sedang Ia katakan kepada kita sekarang ini".

Menaruh percaya sepenuhnya kepada Tuhan memang tidak semudah mengucapkannya. Perlu semacam latihan (exercise) supaya rasa percaya itu bertumbuh. Allah memberikan kesempatan untuk melatih iman kita ketika Ia berbicara soal kewajiban membayar persepuluhan, "Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman Tuhan semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan" (Mal. 3:10). Beberapa versi menerjemahkan kata "ujilah" dengan "cobalah" (try= New King James), dan "buktikanlah" (prove= American Standard; Amplified Bible).
Setelah manusia jatuh ke dalam dosa, rasa kepercayaan (sense of trust) telah jauh merosot. Manusia cenderung tidak mudah percaya kepada sesamanya akibat kejahatan yang terus berlangsung dan menghebat. Adam dan Hawa pasti tidak percaya tatkala mengetahui bahwa anak mereka yang sulung, Kain, telah membunuh adiknya, Habil. Daud juga tidak percaya bahwa teman dekatnya mengkhianati dirinya (Mzm. 55:13-15). Bahkan nabi Yeremia memberi nasihat untuk tidak begitu saja percaya kepada saudara sendiri (Yer. 9:4, 5). Kejahatan penipuan dan kekerasan yang terus dipraktikkan manusia membuat orang menjadi semakin sulit mempercayai orang lain.

Di Amerika Serikat yang dulu masyarakatnya terkenal sebagai bangsa yang memiliki rasa saling percaya yang tinggi (high-trust society), di mana berbohong adalah suatu kejahatan besar yang akan dihukum berat oleh masyarakat, namun sejalan dengan perkembangan zaman keadaan juga turut berubah. Dalam teorinya berdusta adalah suatu kejahatan, tapi dalam praktiknya malah semakin banyak orang yang berbohong. Itu sebabnya untuk urusan-urusan tertentu sekadar pengakuan atau janji seseorang tidak lagi dianggap memadai. Maka di negara di mana perekonomian rakyat banyak bergantung pada sistem pembayaran secara cicilan (credit payment) ini tidak mudah lagi orang membeli suatu barang dengan cara mencicil kalau tidak memiliki riwayat perkreditan yang baik yang ditunjukkan dengan angka credit score tertentu. Orang yang tidak memiliki rekam-jejak pembayaran kredit, atau yang sejarah kreditnya buruk, terpaksa harus menggunakan nama orang lain dengan credit history yang bagus agar bisa mencicil suatu barang. Terkadang tanpa kewajiban membayar uang muka, atau dengan sistem pembayaran yang longgar, jika reputasi kreditnya bagus. Jadi, orang baru percaya setelah ada bukti.

Kondisi seperti ini tampaknya menimbulkan semacam sugesti bagi banyak orang sehingga mereka bertumbuh dengan mentalitas yang senantiasa skeptis. Selalu bersikap meragukan, sebab kalau gampang percaya mudah ditipu. Celakanya, manusia bukan saja menjadi tidak mudah percaya kepada sesamanya melainkan juga sangsi terhadap siapa saja--termasuk pada Tuhan. Manusia yang merasa sudah bertambah pintar cenderung terbiasa menilai segala sesuatu "secara ilmiah" dan "berdasarkan logika" oleh sebab percaya dan menerima begitu saja akan dianggap lugu seperti anak kecil.

Tetapi iman tidak membutuhkan pembuktian melalui studi empiris, melainkan asal percaya pada apa yang Firman Allah katakan, bahkan percaya pada apa yang tidak dipercaya oleh dunia. Sebab "inilah permulaan dari percaya. Yesus meminta kita untuk berhubungan dengan Dia seperti seorang anak kecil dengan ibunya, membiarkan diri kita untuk ditenangkan dan dihibur oleh kelembutan pemeliharaan-Nya. Tetapi kita harus membuat suatu pilihan secara sadar untuk berbuat demikian".

Leave a Reply