Facebook
RSS

JANGAN MEMINJAM BEBAN HARI ESOK (Satu Persatu Setiap Hari)

-
Firman Tuhan

Ayah saya seorang yang suka mengoleksi banyak cerita, termasuk kisah-kisah filosofis yang sering dibagikannya kepada saya sejak masih belia. Salah satu yang masih saya ingat adalah cerita tentang seorang ayah dan anaknya laki-laki yang berjalan menuju ke ladang mereka. Pagi-pagi benar mereka harus berangkat dari rumah karena ladang mereka terletak cukup jauh dari kampung dan harus melewati jalan naik-turun bukit yang cukup melelahkan.

Konon dalam perjalanan itu sang ayah memperhatikan bahwa setiap kali mereka menapak di jalan yang mendaki si anak tampak riang sambil bersiul. Sebaliknya, pada waktu mereka sedang menuruni lereng bukit si anak justeru terlihat murung dan mengeluh. Begitu yang terjadi sepanjang perjalanan. Merasa aneh, sang ayah bertanya kepada anaknya, "Nak, ayah melihat sesuatu yang aneh dalam dirimu. Mengapa pada saat jalan mendaki kamu gembira, sedangkan pada waktu jalan menurun kamu sedih?" Anak itu menjawab, "Saya senang waktu jalan mendaki sebab saya tahu sesudah itu jalan akan menurun, tetapi waktu jalan sedang menurun saya susah sebab saya tahu sesudah itu jalan akan mendaki!"

"Hidup ini harus dijalani sesuai dengan keadaan yang sedang dialami," begitu ayah saya berpesan. "Kamu tidak bisa meminjam kesenangan maupun kesusahan hari esok untuk dinikmati ataupun dipikul pada hari ini. Jalanilah hari-hari sesuai dengan keadaan hari itu!" Sebuah wejangan yang arif dan amat berkesan bagi saya, hingga kini.

Mengkhawatirkan tentang hari esok itu sama seperti meminjam beban-beban hari esok untuk dipikul hari ini. Padahal, kesusahan hari esok itu belum terjadi, adanya baru di dalam benak kita saja. Belum tentu beban hari esok itu sama persis seperti yang kita telah risaukan; dan yang lebih penting lagi, belum tentu hari esok itu masih milik kita. Bukan berarti bahwa kita tidak perlu menyiapkan diri mengantisipasi kemungkinan terburuk pada hari esok. "Yesus tidak meminta kita untuk mengabaikan perencanaan atau menjadi acuh tak acuh. Ia sekadar mengatakan kepada kita supaya tidak khawatir tentang apa yang mungkin terjadi, dan agar tidak menggunakan pemikiran 'Jika seandainya' yang sangat khas itu".

Paulus adalah rasul yang dalam kehidupan penginjilannya mengalami susah dan senang silih berganti. "Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan," paparnya (Flp. 4:12). Artinya, dia sudah terbiasa hidup menurut keadaan yang dialaminya hari demi hari. Kondisi yang berbeda-beda dan datang silih-berganti itu membuat dia "belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan" (ay. 11). Artinya, rasul itu merasa puas dengan tiap keadaan yang dialaminya. Bukan semata-mata menyangkut soal makanan dan pemondokan, melainkan juga terutama dalam keadaan merdeka ataupun teraniaya. Inilah sikap yang harus kita jadikan contoh. Ketidak-nyamanan yang kita hadapi itu berasal dari luar diri kita, sesuatu yang banyak kali tak dapat kita hindari; namun kepuasan merupakan sikap dari dalam diri kita sendiri, sesuatu yang berada dalam kendali kita.

"Pada zaman sekarang ini, di mana kita nenghadapi begitu banyak masalah, adalah suatu kebutuhan untuk menumbuhkan suatu rasa kepuasan untuk apa yang kita miliki sekarang dan tidak mengkhawatirkan tentang apa yang mungkin datang pada hari esok". Perasaan puas berkaitan erat dengan apa yang kita dambakan, kian tinggi yang diinginkan kian besar kekecewaan yang mungkin dirasakan. Itulah sebabnya kepada kita diajarkan untuk tidak terlalu berharap hal yang muluk-muluk.

Ekspektasi (dugaan yang diharapkan) tidaklah sama dengan cita-cita. Ekspektasi adalah apa yang kita inginkan dengan usaha yang minimal, sementara cita-cita adalah apa yang kita kejar dengan usaha yang optimal. Sedangkan untuk meraih cita-cita dengan mengerahkan seluruh kemampuan dan sumberdaya yang ada terkadang bisa meleset, apalagi cuma berharap-harap dengan bermodalkan usaha yang terbatas. Tetapi kita seringkali lebih senang berharap daripada berupaya. Ibarat hendak menjadi kaya, banyak yang lebih suka membeli lotere daripada bekerja membanting tulang.

Leave a Reply