Facebook
RSS

PUTUS ASA SETELAH KEMENANGAN BESAR

-
Firman Tuhan

Peristiwa-peristiwa Kepahitan dalam Hidup
Izebel telah bersumpah untuk memenggal kepala Elia, membalas apa yang telah dilakukan terhadap 450 nabi-nabi Baal dan 400 nabi-nabi Asyera (dewi kesuburan yang disembah berdampingan dengan dewa Baal). "Tindakan ini diizinkan oleh Allah sebagai satu-satunya jalan untuk menghapus penyembahan berhala, termasuk mempersembahkan anak-anak (Yer. 19:5). Meskipun demikian tentulah hal itu menimbulkan korban perasaan di pihak sang nabi".

Dari sisi kemanusiaan, membunuh orang atau menyebabkan seseorang terbunuh selalu menimbulkan kegamangan psikologis terhadap pelaku. Apalagi jumlah korbannya sampai ratusan orang banyaknya. Tidak sedikit tentara Amerika yang bertempur selama bertahun-tahun di Perang Vietnam atau di Kamboja, dan telah membunuh banyak orang termasuk warga sipil, mengalami stres berat bahkan gangguan jiwa setelah kembali ke tanahair mereka. Memang di medan perang hanya ada dua pilihan, membunuh atau dibunuh. Tetapi rasa bersalah yang dipikul oleh para GI (government issue) ini seringkali terus terbawa hingga setelah mereka bebas tugas dan kembali ke kehidupan sipil. Para penerbang pesawat pembom yang menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada Perang Dunia II juga mengalami gangguan kejiwaan yang tak tersembuhkan sampai meninggal dunia.

Dalam kasus Elia, rasa bersalah itu mungkin ditambah lagi dengan kekesalan. Jengkel karena meskipun nabi-nabi Baal itu sudah ditumpas semuanya namun kenyataannya Israel belum terbebaskan dari kekafiran, sebab di istana masih ada ratu kafir yang masih berkuasa sementara raja Ahab yang lemah terhadap istrinya itu tidak lebih sebagai boneka saja. Jadi, untuk apa pembantaian besar-besaran itu? Apalagi rakyat sudah tak tahan menderita akibat musim kering yang berkepanjangan. Elia merasa seakan kemenangan besar di gunung Karmel itu sebagai sesuatu yang sia-sia.

Di dunia modern banyak kali terjadi kekecewaan yang dialami oleh para pejuang demokrasi dan pendekar kemanusiaan yang bolak-balik masuk penjara karena perjuangan menentang pemerintahan otoriter dan korup, namun usaha mereka tampak ibarat menabur garam ke laut. Jangankan menghasilkan perubahan, didengar pun tidak. Hal demikian bukan saja terjadi dalam kehidupan politik di suatu negara, tapi terkadang pula terjadi di lingkungan gereja dan jemaat. Pimpinan yang bekerja tidak becus, atau hanya mementingkan diri dan kelompoknya, seakan begitu kokoh bak pilar beton yang tetap bergeming meski telah berkali-kali digoyang oleh tuntutan perubahan. Tidak sedikit "korban" yang terhempas dari kedudukan karena menyuarakan aspirasi perbaikan pelayanan tetapi malah dicap sebagai pembangkang yang melawan pimpinan.
Putus asa, atau perasaan kehilangan harapan, adalah emosi yang negatif. Umat Tuhan yang beriman tidak selayaknya mengalami rasa putus asa dalam kehidupan mereka, betapapun usaha-usaha mereka sering bagaikan upaya menggantang asap atau menjaring angin. Itulah yang dirasakan oleh Elia, itu juga yang dialami Yeremia. Sehingga Tuhan harus menjawab kepada nabi Yeremia dengan kata-kata bersayap: "Jika engkau telah berlari dengan orang berjalan kaki, dan engkau telah dilelahkan, bagaimanakah engkau hendak berpacu melawan kuda?" (Yer. 12:5).

Terlampau sering pikiran kita terfokus pada tantangan-tantangan yang datang dari luar, tetapi sebenarnya tantangan yang paling mengancam adalah justeru yang berasal dari dalam jemaat sendiri. Sebagai umat Tuhan kita dituntut untuk memelihara dan mempertahankan kebenaran dari ancaman penguasa dunia di masa yang akan datang, sesuai dengan nubuatan dalam Wahyu 13. Ini memang peperangan terakhir yang menentukan dan merupakan pertarungan pamungkas bagi iman kita. Tetapi sebelum itu terjadi sangat mungkin kita juga akan berhadapan dengan ketidak-benaran di dalam gereja, menghadapi oknum-oknum di jemaat yang tidak menghargai peraturan atau yang dengan sengaja memanipulasi kebenaran karena memiliki agenda-agenda pribadi yang tersembunyi. Terhadap hal-hal seperti inilah kita yang mencintai kebenaran harus juga menyuarakan keprihatinan kita dan menunjukkan sikap, meski terkadang menghadapi risiko yang tidak menyenangkan. Mungkin ada yang dimusuhi, dikucilkan dan terpinggirkan, bahkan dijadikan sasaran pergunjingan dan dicari-cari kesalahannya untuk dicaci. Banyak orang yang tidak tahan menghadapi pergumulan seperti ini kemudian menjadi apatis lalu mundur teratur dan menjadi "pengembara" karena merasa kurang nyaman berbakti di jemaatnya sendiri.

Bagaimanapun juga seseorang yang tidak berani menyatakan sikapnya hanya mencerminkan kelemahan, dan kelemahan dalam bentuk apapun selalu dimanfaatkan oleh musuh besar itu. "Setan telah memetik keuntungan dari kelemahan manusiawi. Dan dia akan tetap bekerja dengan cara yang sama...Dia menyerang titik-titik lemah tabiat kita. Dia berusaha mengguncang keyakinan kita pada Allah, yang menderita akibat terjadinya keadaan seperti itu".

Biarlah kita tidak pernah menanggalkan pengharapan kita, bahwa Tuhan akan senantiasa menguatkan dan membimbing ketika kita harus berhadapan dengan segala kepalsuan. "Dengarkanlah Aku, hai kamu yang mengetahui apa yang benar, hai bangsa yang menyimpan pengajaran-Ku dalam hatimu!" kata Tuhan. "Janganlah takut jika diaibkan oleh manusia dan janganlah terkejut jika dinista oleh mereka" (Yes. 51:7). Segala jerih payah dan perjuangan kita dalam membela kebenaran tidak akan sia-sia, sebab Tuhan sendirilah yang akhirnya menjadi hakim yang adil dan yang akan membuktikan kebenaran-Nya yang kita bela. Kita tidak akan pernah merasa takut untuk diejek dan dihina oleh manusia, karena kita tahu kebenaran siapa yang sedang kita pertahankan.

Leave a Reply