Facebook
RSS

KETIDAK-STABILAN EMOSI DAN KONSEKUENSINYA (Emosi-emosi Negatif)

-
Firman Tuhan


KETIDAK-STABILAN EMOSI DAN KONSEKUENSINYA (Emosi-emosi Negatif)
Semua bermula dari dorongan seksual yang tidak berhasil dikendalikan. Amnon bukan jatuh cinta kepada adik tirinya, Tamar. Dia sekadar birahi kepada gadis yang cantik dan molek ini. Buktinya, dia tidak menggubris kata-kata Tamar yang berusaha untuk menyadarkannya. Bahkan, karena kehilangan akal untuk mengelak, adik tirinya itu menyarankan dia untuk minta izin kepada ayahanda mereka, siapa tahu baginda akan membolehkan mereka untuk kawin dengan baik-baik (2Sam. 13:12, 13). Amnon juga tidak peduli ketika adiknya meronta sambil mengiba-iba agar tidak memperkosanya (ay. 14).

Dorongan seksual bisa sangat kuat dalam diri sebagian orang sehingga membuat mereka kehilangan akal sehat. Kita melihat kenyataan itu di sekitar kita, dari berita di suratkabar dan televisi. Hasrat syahwat yang tidak berhasil dikendalikan melalui kesadaran berpikir membuat banyak laki-laki yang tiba-tiba berubah menjadi monster, berperangai seperti binatang buas yang melihat seorang wanita tidak lebih dari "mangsa" untuk dilalapnya, tidak peduli siapapun dia. Pemerkosaan adalah salah satu perbuatan paling rendah yang dapat dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain yang secara fisik lebih lemah, bahkan terhadap sesama jenis (sodomi).

Tindakan bejat Amnon, yang dihasilkan oleh emosi negatif yang tidak dikendalikan, telah menyebabkan timbulnya emosi-emosi negatif beruntun dalam diri orang-orang lain yang terkait dengan perbuatan itu: Tamar (korban primer), Absalom (kakak, korban sekunder), dan Daud (ayah, korban sekunder). Bahkan Amnon sendiri sebagai pelaku, sesudah hasrat kebinatangannya itu tersalurkan, tiba-tiba muncul "rasa kebencian" terhadap Tamar sehingga dia mengusirnya keluar dari rumahnya secara paksa (ay. 17). Sikap seperti ini sering dialami oleh pemerkosa-pemerkosa yang setelah berhasil menggagahi korbannya dilanjutkan dengan membunuhnya pula, seperti yang bisa kita jumpai dalam berita-berita.

Kekerasan fisik dalam bentuk apapun selalu melahirkan penderitaan batin yang bahkan bisa lebih parah dan tak tertahankan dalam waktu lebih lama. Dalam kasus pemerkosaan Amnon terhadap Tamar ini, efek emosional yang diakibatkannya meluas ke lebih banyak orang lagi dengan emosi-emosi negatif yang lebih bervariasi. "Di tengah kekacauan ini, banyak orang yang berakhir dengan penderitaan fisik dan kesedihan emosi yang berat antara satu sama lain. Akibat-akibat dari perilaku mereka menyentuh seluruh keluarga kerajaan, bahkan berdampak pada generasi-generasi berikutnya".

Sering kita tidak menyadari bahwa tindakan kita yang telah menimbulkan rasa sakit hati (emosi negatif) pada satu orang dapat menimbulkan emosi-emosi negatif turunannya pada lebih banyak orang lain. Sebab orang yang kita sakiti itu tentu mempunyai keluarga dan sanak-famili serta teman-teman yang ketika mendengar tentang apa yang dialami oleh satu orang itu langsung akan memicu "rasa solidaritas" di antara keluarga dan teman-teman atau warga asal korban karena merasa "salah seorang dari mereka" telah dizalimi. Akibatnya bisa sangat luas dan tidak terduga, seperti contoh yang terjadi di Kalimantan Timur dan di Papua serta banyak tempat lain pada beberapa waktu lalu. Tawuran!

"Perilaku-perilaku yang dilakukan di bawah keadaan emosi seperti itu hampir selalu akan tidak seimbang dan menyebabkan akibat-akibat yang serius".

Amnon, secara biologis dan fisiologis, adalah seorang laki-laki muda yang sehat. Namun, secara psikologis maupun sosial, Amnon adalah seorang yang tidak sehat. Dia anak raja yang mestinya harus bisa menjaga bukan saja kehormatan keluarga kerajaan tetapi juga harus memelihara martabat seluruh bangsa. "Tidak kakakku, jangan perkosa aku, sebab orang tidak berlaku seperti itu di Israel," pinta Tamar, adiknya (ay. 12). Namun birahi yang sudah naik sampai ke ubun-ubun membuatnya tidak menyurutkan niat bejatnya itu. "Dengan berketetapan untuk melakukan apa yang diinginkannya, Amnon tidak siap untuk mencari nasihat yang baik. Maka dia meneruskan rencananya".

Manusia seutuhnya terdiri atas jasmani (fisik), pikirani (mental), rohani (spiritual) dan sosial (psiko-sosial). Maka, ketika kita berbicara tentang kesehatan yang seutuhnya, kita berbicara perihal kesehatan fisik, mental, sosial, dan spiritual yang semuanya harus sehat. Dan definisi dari "sehat" bukan berarti "tidak sakit." Seseorang disebut sehat kalau keempat aspek dalam diri orang itu semuanya dapat berfungsi dengan baik. Artinya, ada keseimbangan dalam hal kesehatan dari keempat aspek itu. Ketimpangan salah satu di antaranya akan berdampak pada keseluruhan diri kita yang utuh.

Leave a Reply