Facebook
RSS

LEBIH BERHARGA DARI MAKHLUK LAIN (Tentang Burung dan Bunga Bakung)

-
Firman Tuhan

Di ruang kuliah hari itu seorang guru besar ilmu filsafat yang tidak percaya kepada Tuhan bertanya kepada mahasiswanya, seorang Kristen yang taat. "Menurut anda, apa alasan terbaik untuk kita merasa bangga sebagai manusia?" Setelah berpikir sejenak mahasiswa itu menjawab, "Saya bangga karena manusia adalah ciptaan Tuhan paling berharga dan lebih diperhatikan daripada makhluk-makhluk lain." Sang profesor ateis itu menggelengkan kepala sembari tersenyum sinis. "Sangat naif," ujarnya. Naif atau tidak, tapi itulah faktanya.
Sebagai umat Tuhan kita mungkin agak tersinggung dengan tanggapan komentar sang profesor, seolah-olah ide tentang manusia sebagai makhluk paling berharga adalah pendapat yang dangkal. Tetapi tanpa sadar kita sendiri acapkali berpandangan seperti gurubesar ateis itu manakala mengalami kesulitan yang mengancam kesejahteraan hidup kita. Bilamana berhadapan dengan kesulitan hidup sehari-hari, kita sering tidak berpikir sebagai makhluk yang lebih berharga daripada burung pipit dan bunga bakung sehingga menjadi putus asa dan merasa tidak berarti. "Melalui ayat-ayat yang dahsyat ini Yesus mengajarkan sejumlah prinsip yang jika diikuti dengan serius dapat melindungi orang percaya dari banyak kesusahan batin".

Serius, saya pernah memiliki pengalaman batin luar biasa ketika suatu hari pada beberapa tahun silam sedang merenungi perjalanan hidup saya. Sehabis sarapan pagi itu saya naik ke ruang atas untuk membaca suratkabar lokal. Dari ruang duduk di lantai atas rumah ipar saya di Scottsdale, Arizona itu saya bisa melepaskan pandangan ke bebatuan besar nun jauh di sana yang tersusun dengan rapi oleh alam. Pemandangan yang cukup menakjubkan. Salah satu pemandangan yang terkenal adalah "Pinnacle Peak" yang menjulang di antara batu-batu cadas sekelilingnya. Tapi di pagi hari musim kemarau itu saya tertarik menikmati tingkah burung-burung hummingbird yang dengan riuhnya mengerubuti bunga-bunga sakura kuning di halaman depan, hanya sekitar dua meter dari tempat saya duduk di ruangan yang dibatasi oleh dinding kaca bening lebar.

Sambil mencermati puluhan burung kolibri yang sedang berpesta nektar dari kuntum bunga-bunga sakura yang warnanya tak kalah ceria itu, saya termenung menyelami tentang makna hidup ini. Burung-burung mungil itu sungguh tak menunjukkan kecemasan apapun tentang kehidupan mereka, bahkan tampak begitu menikmati suasana pagi itu. Kuntum-kuntum bunga sakura yang juga kecil-kecil itupun tak menampakkan kegelisahan tentang kecantikkannya sekalipun sedang digeruduk oleh lusinan burung kolibri yang seakan tak pernah kenyang menghisap nektar dari kerimbunan bunga-bunga itu. Lebih dari dua jam saya berada sendirian di ruang atas itu, dengan acara tunggal mengamati interaksi antara dua jenis ciptaan Tuhan yang kedua-duanya jauh lebih tidak berharga dibandingkan diri saya, namun Allah memperhatikan hidup mereka hari lepas hari. Benar-benar saya merasa sangat dipermalukan oleh tingkah burung-burung mungil itu, dan merasa ditertawakan oleh sikap kuntum-kuntum bunga cantik yang pasrah itu. Saya jadi teringat akan Khotbah Yesus di Atas Bukit dalam Matius 6, tentang burung-burung dan bunga. Bukankah saya jauh lebih berharga daripada burung dan bunga itu, yang besok mungkin ada di antaranya akan gugur dan tidak muncul lagi serta dilupakan? Mengapa hati saya begitu cemas tentang hari esok?

Tetaplah melihat dari sudut pandang yang benar (ay. 25). Kita terlalu menyepelekan arti hidup kita, menerimanya sebagai hal yang lumrah dan seperti sesuatu yang secara alamiah memang harus begitu. Kita lupa bahwa "Allah yang memberikan kehidupan kepada kita. Allah yang menciptakan tubuh kita. Kalau Dia mempunyai kuasa dan kerelaan untuk berbuat itu, tidakkah Ia akan menyediakan makanan untuk memelihara ciptaan-Nya? Tidakkah Ia akan mengatur demi keperluan pakaian untuk menutupi tubuh kita?".

Terinspirasi oleh hal-hal sederhana dari alam (ay. 26, 28-30). Burung pipit dan bunga bakung tergolong ciptaan yang sederhana di alam ini. Sama halnya juga dengan burung kolibri dan bunga sakura kuning yang telah menempelak kekerdilan iman saya itu. Tetapi, "Yesus memilih mereka sebagai sesuatu yang kontras dengan makhluk manusia yang sangat rumit". Kalau burung mungil dan bunga yang hanya bertahan hidup untuk beberapa hari itu saja Tuhan perhatikan dan pelihara, apalagi anda dan saya yang untuk siapa Putra Allah itu rela mati?

Kekhawatiran itu tidak berguna dan tak berarti (ay. 27). Coba katakan, siapakah yang dapat memperpanjang hidupnya semenit saja oleh menjadi khawatir? Justeru sebaliknya, "khawatir demi kekhawatiran itu sendiri bukan saja tidak berbuat apa-apa untuk menyelesaikan masalah tetapi justeru memperbesar sisi negatif dari masalah itu". Benar, bahkan kekhawatiran itulah yang memperpendek hidup kita!

Mantapkan prioritas anda (ay. 33). "Orang-orang Kristen terkadang mungkin terperangkap dalam pusaran materialisme atau hal-hal lain yang dapat mengalihkan perhatian mereka dari apa yang sesungguhnya penting dalam kehidupan". Ya, hidup itu lebih penting ketimbang "asesoris-asesoris kehidupan" yang bernama kekayaan, kedudukan, dan ketenaran. Adalah suatu kebodohan yang paling tolol untuk mengejar itu semua sehingga mengorbankan kehidupan itu sendiri! Apalagi sampai kehilangan hidup kekal yang sudah di tangan!
Lalu, apakah kita tidak perlu berusaha untuk menggapai kehidupan yang lebih baik selagi hidup di dunia ini? Tidak, bukan itu yang Alkitab ajarkan. Bahkan sebagai orang Kristen yang percaya kita selayaknya menjadi "kepala" dan bukan "ekor" dengan cara "Lakukan apa yang anda dapat perbuat untuk memastikan apa yang bisa, dan kemudian mintalah Tuhan menolong anda belajar berharap kepada-Nya untuk selebihnya".

Leave a Reply