Facebook
RSS

STRES KARENA PERSOALAN SEHARI-HARI

-
Firman Tuhan

Peristiwa yang Menyenangkan Dalam Hidup
Mujizat di sungai Kerit. Kita tentu masih ingat kisah tentang nabi Elia yang mendapat pasokan makanan dua kali sehari melalui "katering udara" bukan? Ya, roti dan daging yang dengan setia diantarkan oleh burung-burung gagak pada pagi dan petang. Sesudah itu, di masa masih berlangsungnya bencana kelaparan yang dibiarkan Tuhan melanda seluruh Israel akibat pendurhakaan mereka, nabi ini diperintahkan Allah untuk mengungsi ke Sarfat, kota asing di wilayah Fenisia. Di sini, selama dua tahun Elia menumpang di rumah seorang perempuan janda beranak satu yang miskin, dan bertiga mereka hidup dari sedikit tepung dan minyak goreng yang tidak pernah habis.

Masalah ekonomi diyakini sebagai penyebab paling utama timbulnya stres pada manusia, dari dulu sampai sekarang. Sekalipun persoalan hidup sehari-hari amat beragam, termasuk masalah keluarga dan hubungan antar pribadi, namun tampaknya soal kekurangan uang menduduki urutan paling tinggi. Repotnya lagi, masalah yang berkaitan langsung dengan urusan perut ini adalah hal yang berpotensi melahirkan persoalan-persoalan lain yang bisa lebih parah akibatnya. Sebab seorang yang lapar dapat berbuat atau melakukan tindakan apa saja demi mengisi perutnya. Orang yang lapar dapat berubah menjadi lebih buas dari hewan.

Tetapi kita bersyukur bahwa jaminan Tuhan akan memenuhi janji-Nya untuk menyediakan makanan bagi umat-Nya tetap sama, baik pada zaman Elia maupun sekarang ini. "Saya melihat bahwa roti dan air untuk kita akan terjamin pada waktu itu, dan bahwa kita tidak akan kekurangan ataupun menderita lapar; karena Allah sanggup membentangkan meja di padang belantara untuk kita. Kalau perlu Dia mau mengirimkan burung-burung gagak untuk memberi kita makan, seperti yang Ia lakukan untuk memberi makan Elia".
Bukan hanya makanan dan minuman untuk mempertahankan hidup, bahkan kehidupan itu sendiri Tuhan juga menjamin. Seperti mujizat yang dilakukan melalui nabi Elia terhadap anak perempuan janda di Sarfat itu yang sekonyong-konyong jatuh sakit dan meninggal dunia. Mungkin ada yang berkata, "Tentu saja mujizat membangkitkan anak yang mati itu bisa dilakukan oleh Elia sebab dia seorang nabi." Pertanyaannya adalah: Apakah mujizat menghidupkan kembali anak yang mati itu dilakukan oleh nabi Elia, atau dilakukan oleh Allah sendiri melalui nabi Elia?

Elia memang seorang nabi, tapi nabi juga manusia. Sulit membayangkan bahwa seorang nabi yang baru saja menang besar dalam kontes menentukan melawan ratusan nabi palsu di gunung Karmel, tiba-tiba berubah menjadi seorang pengecut dan melarikan diri ke padang gurun, hanya karena mendengar ancaman seorang perempuan bernama Izebel. "Saya tidak tahan lagi, Tuhan," katanya dengan nada putus asa. "Ambillah nyawa saya. Saya tidak lebih baik dari leluhur saya!" (1Raj. 19:4, BIS). Elia mengalami stres berat yang mengarah kepada distress (menderita batin), dan dia bersungguh-sungguh saat mengucapkan kata-kata itu. Keletihan berjalan kaki seharian tanpa makan, ditambah dengan tekanan mental yang berat, membuat Elia jatuh tertidur. Dia berharap hidupnya berakhir dalam keadaan yang paling nyaman, mati saat sedang tidur.

"Kehidupan Elia penuh dengan tuntunan dan campur tangan Allah...namun, tidak lama setelah semua kejadian itu, Elia dilanda oleh gejala-gejala stres dan kekecewaan". Ini bukti nyata bahwa betapapun Elia telah merasakan pengalaman hidup yang penuh dengan pemeliharaan tangan Tuhan, bahkan terlibat langsung dalam mujizat demi mujizat yang diperagakan Allah, dia tetaplah seorang manusia yang pada dasarnya lemah seperti kita. "Tak seorangpun, walaupun seorang nabi seperti Elia, yang kebal terhadap kesulitan-kesulitan yang terjadi dalam kehidupan".

Elia melarikan diri dari hadapan permaisuri Izebel karena takut mati, tetapi setelah luput dari ancaman kematian itu justeru dia meminta mati. Ironis. Tetapi, tidak. Elia merasa lebih terhormat untuk mati seorang diri tanpa diketahui oleh musuhnya daripada mati di ujung pedang tentara-tentara suruhan Izebel. Dia ingin mati secara bermartabat, bukan sebagai seorang pecundang. Saya sangat menghargai sikap Elia yang patriotik ini. Pengikut Tuhan tak sepatutnya takut mati, tetapi janganlah mati untuk menjadi keuntungan bagi musuh Allah.

Leave a Reply